
Oleh : Adung Abdul Haris
I. Prolog
Sosiologi, antropologi, dan sejarah adalah tiga disiplin ilmu yang berbeda namun saling berkaitan, terutama dalam studi tentang manusia dan masyarakat. Sosiologi berfokus pada masyarakat modern dan interaksi sosial, sedangkan antropologi mempelajari manusia secara luas, termasuk budaya dan masa lalu, sementara sejarah mempelajari berbagai peristiwa masa lalu untuk memahami perkembangan manusia dan masyarakat.
Kosentratif, sosiologi yaitu fokus pada proses pengkajian masyarakat modern, interaksi sosial, struktur sosial, perubahan sosial, dan masalah sosial dengan menggunakan pendekatan (metode) kuantitatif (survei, statistik) dan kualitatif (observasi, wawancara). Sedangkan tujuan dan sekaligus kajian sosiologi, yaitu untuk memahami pola perilaku manusia dalam kelompok, menganalisis struktur sosial, dan mencari solusi untuk masalah-masalah sosial. Contohnya, adalah mempelajari bagaimana media sosial memengaruhi hubungan sosial, atau menganalisis penyebab terjadinya konflik sosial. Sementara antropologi, ia fokus mengkaji manusia secara keseluruhan, termasuk budaya, biologi, dan sejarah, dari zaman purba hingga saat ini. Sedangkan pendekatan antropologi banyak menggunakan metode kualitatif, seperti observasi partisipan, wawancara mendalam, dan penelitian lapangan. Tujuan dari antropologi adalah untuk memahami keragaman budaya manusia, asal-usul manusia, dan bagaimana budaya itu bisa mempengaruhi kehidupan manusia. Contohnya, mempelajari tradisi suku tertentu, meneliti dampak globalisasi terhadap budaya lokal, atau menganalisis evolusi manusia.
Sedangkan sejarah adalah fokus mempelajari peristiwa masa lalu, kronologi peristiwa, dan perkembangan masyarakat dari waktu ke waktu. Sedangkan pendekatan (metode) sejarah adalah menggunakan sumber-sumber primer (dokumen, artefak) dan sekunder (tulisan sejarawan). Sedangkan tujuan dari sejarah adalah untuk memahami bagaimana masyarakat bisa berkembang, menganalisis penyebab perubahan sosial, dan menarik pelajaran dari masa lalu. Contohnya, meneliti sejarah revolusi industri, mempelajari dampak perang dunia terhadap peradaban, atau menganalisis perkembangan sistem pemerintahan. Sedankan hubungan (dari kajian) diantara ketiga disiplin ilmu tersebut (sosiologi, antropologi, dan sejarah), memang memiliki objek kajian yang sama, yaitu manusia dan masyarakat. Bahkan, metode antropologi dan sosiologi memiliki beberapa kesamaan metode penelitian, terutama dalam penggunaan metode kualitatif. Sedangkan keterkaitan antropologi seringkali menjadi sumber informasi penting bagi sejarah, terutama dalam memahami budaya dan kehidupan masyarakat dimasa lalu.
Lebih dari itu, sosiologi juga dapat memberikan wawasan tentang bagaimana peristiwa masa lalu itu bisa mempengaruhi masyarakat saat ini. Bahkan dalam praktiknya, ketiga disiplin ilmu tersebut memang saling melengkapi. Karena, sosiologi memberikan pemahaman tentang struktur dan dinamika masyarakat modern, sedangkan antropologi memberikan pemahaman tentang budaya dan keragaman manusia dari zaman prasejarah hingga saat ini, dan sejarah memberikan konteks waktu dan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, dengan memahami ketiganya, maka kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang manusia dan masyarakat, baik dimasa lalu maupun dimasa kini. Oleh karena itu, di bawah ini penulis mencoba ingin mengemukakan dan sekaligus fokus pada diskursus ilmu antropologi.
II. Eksistensi Antropologi
Dalam mempelajari kehidupan, banyak sekali ilmu-ilmu yang diterapkan. Salah satunya ialah ilmu antropologi. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Sedangkan pengertian dari ilmu antropologi sendiri, sebagaimana berikut ini :
A. Pengertian Antropologi
Istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani, “Anthropos”, yang berarti manusia dan “Logos” yang berarti ilmu. Secara etimologis, antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia. Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari segala tingkah laku manusia. Yakni, mulai dari evolusi, perilaku komunikasi, sosialisasi, hingga adaptasi dengan lingkungannya. Antropologi juga kerapkali dianggap sebagai ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan kebudayaannya. Intinya, ilmu antropologi mempelajari tentang lima hal, yaitu : (1). Asal-usul manusia beserta dengan perkembangannya secara biologis. (2). Terjadinya keanekaragaman ciri fisik dari manusia. (3). Terjadinya perkembangan dan keanekaragaman kebudayaan manusia. (4). Terjadinya perkembangan serta persebaran berbagai macam bahasa di dunia. (5). Asas-asas masyarakat yang berdasarkan suku bangsa yang tersebar di seluruh dunia saat ini.
Sementara fungsi dari antropologi itu sendiri adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang manusia, baik secara fisik maupun secara sosial budaya. Sedangkan tujuan dari antropologi terdiri dari beberapa hal, yaitu : (1). Untuk mempelajari bentuk fisik manusia, masyarakat, dan juga kebudayaannya. (2). Mempelajari manusia dari berbagai macam suku bangsa. (3). Mengidentifikasi perilaku manusia sebagai makhluk sosial secara universal. (4). Mengetahui peran dan kedudukan yang harus dilakukan. (5). Memperluas pengetahuan mengenai pergaulan manusia dari seluruh dunia. (6). Mengidentifikasi masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat.
B. Pengertian Antropologi Menurut Para Ahli
- William A. Haviland.
Haviland menjelaskan bahwa antropologi adalah studi mengenai manusia yang berupaya untuk menggeneralisasi hal-hal yang bermanfaat untuk terkait manusia dan perilakunya guna memperoleh penjelasan mengenai keberagaman manusia. - Koentjaraningrat.
Koentjaraningrat memaparkan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia secara umum dengan mempelajari keanekaragaman warna, bentuk fisik dari masyarakat, dan kebudayaannya. - David E. Hunter.
Antropologi menurut David E. Hunter berarti sebuah ilmu pengetahuan yang tercipta berkat keingintahuan yang tidak terbatas terkait dengan kehidupan manusia. - Frank Robert Vivelo.
Frank Robert Vivelo menjelaskan antropologi sebagai ilmu tentang manusia, yang dijelaskan berdasarkan budaya dan biologi yang meliputi evolusi di masa lalu dan keberadaannya di masa sekarang.
C. Ruang Lingkup Antropologi
Secara garis besar, ilmu antropologi memiliki beberapa ruang lingkup, antara lain :
- Antropologi Fisik.
Ruang lingkup fisik ini berarti antropologi berarti mempelajari perkembangan manusia berdasarkan evolusi dan varian biologisnya. Ilmu mengenai antropologi fisik ini telah dilakukan dengan cara melacak masa lalu dari manusia. Hal itu tujuannya adalah untuk mencari tahu proses awal mula perkembangan manusia sampai bisa menjadi makhluk sosial seperti sekarang ini. Caranya adalah dengan melakukan analisis terhadap fosil manusia zaman purba yang pernah hidup di dunia ini. Selain itu, antropologi fisik juga mempelajari manusia dan primata. Artinya antropologi fisik ini fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia dan primata yang menghasilkan varian genetik baru. - Antropologi Budaya.
Antropologi sosial budaya merupakan studi antropologi yang berfokus untuk mempelajari kebudayaan dan cara hidup manusia di lingkungan masyarakat. Ruang lingkup dari sosial budaya ini terbagi menjadi tiga, yaitu arkeologi, linguistik, dan juga etnologi. Untuk memahami antropologi budaya, ada hal-hal yang perlu diketahui lebih dulu, yaitu : Hakikat dari kebudayaan yang mencakup konsep dan karakteristiknya. Bahasa dan komunikasi. Kebudayaan dan kepribadian. Antropologi budaya untuk saat ini menekankan terhadap empat aspek, yaitu : (1). Pertimbangan politik. Maksudnya, para antropolog budaya kerapkali terjebak dengan kepentingan politik sehingga penulisannya tidak valid. (2). Menyangkut hubungan antara kebudayaan dengan kekuasaan. (3). Menyangkut tentang bahasa di dalam antropologi budaya. (4). Pemikiran individual dimana terjadi hubungan antara kepribadian dengan kebudayaan. - Antropologi Psikologis.
Antropologi psikologis ini merupakan sebuah studi yang mempelajari mengenai fenomena psikologis dari manusia. Umumnya studi yang dibahas dalam antropologi psikologis hubungan antara kepribadian dengan budaya secara umum. Seorang antropolog, yaitu White, ia menjelaskan bahwa antropologi psikologis ini mempelajari soal hubungan seseorang dengan nilai sosial yang telah diterapkan di dalam sistem budaya. Antropologi psikologis ini juga disebut berkaitan erat dengan psikoanalisis. Ruang lingkup ini dinilai penting untuk menjelaskan mengenai karakter dari masyarakat. Karena, pembentukan karakter tiap masyarakat berfokus kepada evolusi dan juga kondisi psikologis dari individu di dalam kelompok masyarakat tersebut. Selain itu, di dalam antropologi psikologis juga menjelaskan bahwa pengalaman yang didapat oleh individu di dalam lingkungan sosial juga berkontribusi dalam pembentukan karakter dan kepribadian masyarakat.
D. Perbedaan Antara Sosiologi Dan Antropologi
Sosiologi dan Antropologi seringkali disamakan. Padahal, sebenarnya dua ilmu itu berbeda. Antropologi pada dasarnya lebih fokus untuk mempelajari bagaimana manusia bisa berevolusi sampai bisa hidup seperti sekarang ini. Ruang lingkup dari antropologi adalah fisik, sosial, dan budaya. Dengan kata lain, antropologi lebih mempelajari tentang aspek biologis dan sosiokultural atau asal-usul manusia sebagai salah satu makhluk hidup di bumi. Para ahli dibidang antropologi yang juga sering disebut dengan antropolog bertugas untuk mencari tahu lebih detail mengenai asal-usul manusia sejak zaman purba. Penelitian itu dilakukan dengan cara survei arkeologis dan analisis budaya dari seluruh dunia. Sedangkan sosiologi adalah ilmu yang berkaitan dengan perilaku manusia dalam kehidupan sosial.
Pada intinya, sosiologi adalah suatu studi yang mempelajari cara manusia berkehidupan sosial di lingkungannya. Berkehidupan sosial itu berarti terkait dengan interaksi yang dilakukan, perilaku yang dilakukan, serta hal-hal yang lainnya. Para ahli sosiologi bertugas mencari tahu mengenai struktur, proses, budaya, dan perilaku masyarakat dengan cara mengamati secara detail setiap aktivitas di dalam sebuah kelompok masyarakat. Jadi, inti perbedaan antara antropologi dan sosiologi terletak pada fokus yang dipelajari. Antropologi mempelajari asal usul manusia, sedangkan sosiologi adalah studi yang mempelajari perilaku manusia di lingkungan masyarakat. Umumnya, ilmu sosiologi ini digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial di dalam kehidupan masyarakat, seperti pada soal mobilitas sosial, kekacauan, perubahan, keresahan, dan lain sebagainya.
E. Pendekatan Ilmu Antropologi
Ada lima metode yang yang bisa dilakukan untuk mempelajari ilmu antropologi, antara lain :
- Pendekatan Holistik.
Pendekatan holistik ini berarti dilakukan secara menyeluruh. Artinya antropologi meneliti suatu permasalahan di dalam sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Metode holistik ini pada umumnya dilakukan di dalam sebuah penelitian lapangan yang membutuhkan waktu yang lama. Pendekatan ini menekankan pada pemahaman secara keseluruhan dari fenomena sosial di dalam kehidupan masyarakat yang sedang diteliti. - Pendekatan Mikro.
Pendekatan mikro dalam ilmu antropologi berarti konsekuensi terhadap penerapan pendekatan antropologi holistik. Artinya, seorang antropolog dituntut untuk bisa mempelajari masalah dalam kehidupan sosial budaya masyarakat secara detail dan terperinci hingga semua data terkumpul secara konkrit. Data yang konkrit itu nantinya akan digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah. Pendekatan antropologi mikro dalam kehidupan sosial budaya masyarakat bersifat khas dan kerap disebut sebagai sosiologi mikro. - Pendekatan Semiotik.
Pendekatan semiotik berarti antropologi berfokus pada pemahaman dari kebudayaan sesuai dengan apa yang telah diinterpretasikan oleh peneliti dari berbagai sudut pandang subjek penelitian. Pendekatan semiotik ini mulai sering digunakan, meskipun pada prakteknya metode yang digunakan berbeda-beda. Namun, metode penelitian yang umum dilakukan adalah dengan kualitatif dan observasi. - Pendekatan Komparatif.
Pendekatan komparatif ini dilakukan dengan membandingkan. Pendekatan ini menjadi metodi yang bisa digunakan untuk meneliti awal sejarah. Metode komparatif terus berkembang karena di dalam ilmu antropologi, masyarakat memiliki warna dan bentuk yang beraneka ragam. Metode komparatif bekerja dengan menggunakan satu atau sejumlah masalah sosial budaya seperti kebudayaan suatu suku bangsa. - Metode Behavioristik.
Metode behavioristik nyaris sama dengan metode komparatif, yaitu sama-sama membandingkan. Metode behavioristik ini juga bersifat komparasi atau perbandingan dari tingkah laku masyarakat dari berbagai macam lapisan. Metode ini bekerja dengan cara menggunakan kombinasi dari psikoanalisis, learning theory, dan juga antropologi budaya. Oleh karena itu, dengan mempelajari dan sekaligus tercerdaskan oleh ilmu antropologi, mudah-mudahan setiap kita bisa mengambil peran kepemimpinan dalam konteks kehidupan masyarakat global serta memiliki kepedulian terhadap sesama manusia di lingkungan kita masing-masing.
III. Sejarah Dan Perkembangan Antropologi Sebagai Ilmu yang Menjelajahi Keragaman Manusia
Sejak awal peradaban, manusia selalu terpesona dengan pertanyaan tentang asal-usulnya, keragaman budaya, dan cara hidup masyarakat lain. Berbagai pertanyaan itulah yang menjadi landasan bagi lahirnya antropologi, yakni ilmu yang mempelajari manusia dan budayanya secara holistik.
Antropologi menjelajahi berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari evolusi fisik dan budaya, bahasa, agama, hingga politik dan ekonomi. Dengan memahami keragaman manusia, antropologi membantu kita untuk membangun toleransi, saling pengertian, dan kerjasama antar budaya.
A. Akar Sejarah Antropologi
Akar sejarah antropologi dapat ditelusuri kembali ke zaman Yunani kuno. Para filsuf seperti Herodotus, yang dikenal sebagai “Bapak Sejarah”, dan Aristoteles, dengan karyanya “Politik”, telah menunjukkan minat pada keragaman budaya dan adat istiadat masyarakat lain. Catatan-catatan mereka tentang budaya Mesir Kuno, Persia, dan India misalnya, telah memberikan kontribusi awal pada pengetahuan tentang keragaman manusia. Pada masa Renaissance dan Abad Pencerahan, eksplorasi dan penjelajahan bangsa Eropa membuka wawasan baru tentang budaya-budaya di luar Eropa. Para penjelajah dan pedagang membawa kembali cerita-cerita tentang masyarakat yang berbeda, hal itu memicu rasa ingin tahu dan minat untuk mempelajari budaya lain. Karya-karya seperti “The Travels of Sir John Mandeville” dan “Utopia” oleh Thomas More misalnya, telah memberikan gambaran tentang masyarakat yang ideal dan memicu perdebatan tentang budaya dan adat istiadat.
B. Lahirnya Antropologi Modern (Abad ke-19 M)
Abad ke-19 menandai lahirnya antropologi sebagai ilmu modern. Teori evolusi Charles Darwin, yang dipresentasikan dalam bukunya “On the Origin of Species” (1859), memberikan pengaruh besar pada perkembangan antropologi. Darwin mengemukakan bahwa manusia dan hewan memiliki nenek moyang yang sama dan berevolusi melalui proses seleksi alam. Teori ini mendorong para antropolog untuk mempelajari evolusi manusia dan budayanya. Positivisme Auguste Comte, yang menekankan pentingnya observasi dan metode ilmiah, juga memberikan pengaruh pada antropologi. Para antropolog mulai melakukan penelitian lapangan untuk mempelajari budaya dan masyarakat secara langsung. Tokoh-tokoh penting dalam antropologi modern antara lain : Edward Tylor, yang mempelopori studi tentang evolusi budaya dan agama. Karyanya berjudul “Primitive Culture” (1871) dianggap sebagai salah satu buku teks antropologi pertama.
Lewis Henry Morgan, yang mempelajari sistem kekerabatan dan organisasi sosial masyarakat. Karyanya berjudul “Ancient Society” (1877) memberikan pengaruh besar pada pemahaman tentang perkembangan masyarakat. James Frazer, yang terkenal dengan karyanya berjudul “The Golden Bough” (1890), yang mengkaji ritual dan kepercayaan magis. Franz Boas, yang dikenal sebagai “Bapak Antropologi Amerika”, mempelopori studi tentang relativisme budaya dan menekankan pentingnya mempelajari budaya dalam konteksnya sendiri. Bronislaw Malinowski, yang melakukan penelitian lapangan di Kepulauan Trobriand dan mengembangkan metode fungsionalisme struktural untuk mempelajari budaya.
C. Perkembangan Antropologi di Abad Ke-20 Dan 21 M
Abad ke-20 dan 21 M, menjadi era perkembangan pesat antropologi. Aliran-aliran pemikiran baru seperti strukturalisme, simbolisme, postmodernisme, antropologi feminis, dan antropologi poskolonial muncul dan memperkaya pemahaman kita tentang manusia dan budaya. Strukturalisme, yang dipelopori oleh Claude Levi-Strauss, menekankan struktur dan makna yang mendasari budaya dan masyarakat. Simbolisme, yang dipelopori oleh Clifford Geertz, menitikberatkan pada makna simbol dan ritual dalam budaya. Postmodernisme
menantang asumsi-asumsi tradisional tentang objektivitas dan kebenaran dalam antropologi. Antropologi feminis fokus pada pengalaman dan perspektif perempuan dalam budaya dan masyarakat. Antropologi poskolonial mengkaji dampak kolonialisme dan pascakolonialisme pada budaya dan masyarakat.
Antropologi juga memainkan peran penting dalam menjawab berbagai isu global seperti globalisasi, multikulturalisme, ketidaksetaraan sosial, dan perubahan iklim. Para antropolog membantu kita untuk memahami dampak fenomena-fenomena tersebut pada masyarakat dan budaya di seluruh dunia. Dengan kata lain, sejarah perkembangan antropologi menunjukkan bahwa ilmu tersebut terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Antropologi membantu kita memahami diri kita sendiri dan tempat kita di dunia yang kompleks dan beragam ini. Dengan mempelajari antropologi, kita dapat membangun masa depan yang lebih toleran, damai, dan berelanjutan.
IV. Eksistensi Generasi Milenial Ditinjau Dari Perspektif Antropologis
Secara antropologis, generasi milenial dapat dipandang sebagai hasil dari perpaduan antara perkembangan teknologi informasi dan perubahan sosial budaya yang pesat. Mereka adalah generasi yang tumbuh besar di era digital, yang ditandai dengan akses informasi yang mudah dan cepat, serta perubahan gaya hidup yang dinamis. Berikut ini adalah tinjauan antropologis mengenai generasi milenial :
A. Digital Natives
Generasi milenial lahir dan dibesarkan di tengah perkembangan teknologi digital, sehingga mereka sangat akrab dengan internet, media sosial, dan perangkat digital lainnya. Hal itu membentuk cara mereka (generasi milenial) berinteraksi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi.
B. Keterbukaan Dan Inklusifitas
Generasi milenial cenderung lebih terbuka terhadap perbedaan dan inklusif terhadap berbagai kelompok sosial. Mereka lebih toleran terhadap keberagaman dan lebih aktif dalam memperjuangkan kesetaraan.
C. Orientasi Pada Kehidupan
Meskipun terbuka terhadap kelompok, generasi milenial juga cenderung memiliki orientasi pada kehidupan individual. Mereka lebih mandiri, mencari pengalaman baru, dan memiliki dorongan untuk mencapai tujuan pribadi.
D. Ketergantungan Pada Teknologi
Meskipun memiliki banyak sisi positif, generasi milenial pada faktanya, memang memiliki ketergantungan pada teknologi, dan itu menjadi tantangan bagi generasi milenial. Karena, mereka rentan terhadap dampak negatif media sosial, seperti penyebaran informasi yang salah (hoax) atau kecanduan internet dan lain sebagainya.
E. Perubahan Nilai Dan Norma Sosial
Generasi milenial membawa perubahan dalam nilai dan norma sosial. Mereka lebih kritis terhadap otoritas, lebih menghargai kebebasan individu, dan lebih peduli terhadap isu-isu sosial dan lingkungannya masing-masing. Pendidikan dan Tantangan: Pendidikan bagi generasi milenial perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Yaitu, pendidikan yang tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan berpikir kritis, kemampuan beradaptasi, dan kesadaran sosial yang tinggi. Dengan kata lain, generasi milenial saat ini adalah hasil dari perpaduan unik antara perkembangan teknologi dan perubahan sosial budaya. Sedangkan memahami perspektif antropologis tentang generasi ini penting untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan potensi mereka dalam membangun masyarakat yang lebih baik.