Ocit Abdurrosyid Siddiq

Perkara sederhana yang bisa menjadi hiburan buat saya diantaranya adalah ketika membaca tulisan yang tercantum pada bagian belakang bak kendaraan truck. Biasanya, tulisannya singkat, padat, dan sarat makna.

Kadang saya berpikir, mereka yang menuangkan celotehnya lewat tulisan nakal dan menggelitik itu adalah orang-orang cerdas. Karena mampu mengartikulasikan pengalamannya dalam sepenggal kalimat.

Kemampuan merumuskan pengalaman sarat cerita yang dituangkan dalam sebuah kalimat yang pendek, menghajatkan kecerdasan agar mudah ditangkap dan dipahami oleh para pembaca.

Seperti halnya dulu ketika Twitter yang membatasi jumlah karakter huruf dalam setiap kolom postingan. Pemilik akun mesti cerdas untuk mengungkapkan maksud tulisannya dengan jumlah space terbatas.

Itulah mengapa pengguna Twitter saat itu dianggap sebagai kumpulan orang-orang cerdas dibanding pengguna media sosial lainnya, seperti Facebook yang bahkan bisa ngacapruk tanpa batas.

Karenanya, pembuat tulisan pada bagian belakang bak kendaraan truck yang mampu menuangkan pengalamannya dengan tulisan sederhana itu saya yakini sebagai orang-orang cerdas.

Pengalaman? Ya, dari isi tulisan itu saya bisa menangkap bahwa apa yang mereka tuliskan itu merupakan ekspresi pengalaman keseharian yang mereka lakoni secara rutin dan berulang.

Kita ambil salah satu contoh kalimat, misalnya tertulis “Jos Leos”. Bagi yang tidak paham, mungkin kata atau kalimat ini tidak menarik. Sebaliknya, bagi yang tahu, bisa mesem tersenyum bahkan terbahak.

“Jos Leos” itu terdiri dari kata “jos” yang maknanya adalah memasukkan atau menusukkan sesuatu, dan “leos” yang artinya bersegera pergi setelah melakukan sesuatu. Leos itu pergi tanpa basa-basi lagi.

“Jos Leos” itu artinya “sudah masuk langsung pergi”. Lalu, apa lucunya dan apa menariknya dengan kalimat “sudah masuk langsung pergi”? Nah itu dia, bila kita hanya baca teks, tak ada yang menarik kan?

Sebaliknya, bila kita memahami konteksnya, kalimat ini sarat makna. Seorang sopir truck dan kendaraan besar lainnya, berbeda dengan sopir angkot atau taksi, yang beroperasi di dalam kota. Bisa pulang setiap saat.

Sopir truck pengangkut barang, ada yang karena pekerjaannya tidak pulang dalam waktu yang cukup lama. Sekalinya pulang hanya sebentar dan bersegera untuk pergi kembali melanjutkan pekerjaan.

Karena jarang pulang, mereka jarang juga bertemu dengan keluarga, baik anak maupun istri. Sekalinya pulang, hanya sempat melakukan “hal-hal penting”, diantaranya berhubungan suami-istri.

Nah, karena pulang hanya untuk berhubungan badan, yang juga dilakukan secara cepat dan tergesa karena pekerjaan sudah menanti, itulah yang dimaksudkan dengan istilah “Jos Leos”. Jos masuk, leos pergi.

Atau bisa juga dimaknai secara nakal. Karena jarang pulang dan jarang bertemu pasangan, sementara kebutuhan biologis memanggil di tengah perjalanan, maka terpaksa menggunakan objek jos leos yang ada.

Itu juga yang tertuang dalam kalimat nakal lainnya yang ditulis pada bagian belakang bak kendaraan truck, misalnya “Ingat Rasa Lupa Nama”. Pembaca bisa tersenyum ketika melihat tulisan ini.

Karena pembaca punya penafsiran nakal bahwa yang dimaksud dalam kalimat itu adalah ketika seorang supir truck birahinya memuncak sementara pasangan sah tidak ada, maka bisa disalurkan pada perempuan lain.

Perempuan lain yang menjajakan dirinya di sepanjang perjalanan bisa dipakai dengan imbalan sejumlah uang. Pastinya, berhubungan dengan perempuan seperti ini berbeda dengan berhubungan dengan pasangan.

Kalau berhubungan dengan pasangan, disertai dengan rasa rindu, sayang, dan tentunya romantis. Nah, berhubungan dengan perempuan di jalanan tidak memerlukan itu. Yang penting hajat tertunaikan.

Jangankan rindu atau sayang, bahkan kadang namanya saja dia tidak tahu, karena tidak saling mengenal. Tetapi pengalamannya sangat membekas. Makanya dituang dalam kalimat “Ingat Rasa Lupa Nama”.

Lho, koq saya tahu? Tahu lah! Apakah setiap yang kita ketahui atau yakini benar mesti berdasarkan pengalaman? Ya tidak juga! Ada banyak pengetahuan yang kita miliki namun tanpa harus terlebih dahulu mengalaminya. Alam barzah misalnya.

Ada banyak kalimat lain yang serupa dan menggelitik, yang menggambarkan pengalaman mereka. Misalnya “Tilas Tapi Raos”, atau “Kacabak Bae”. Juga “Cintamu Tak Seberat Muatanku”.

Saya menangkap ada gejala yang hampir sama antara “filosofi” jos leos ini dengan kebiasaan anggota group WhatsApp yang suka menulis, berbagi, lalu meninggalkannya begitu saja, tanpa basa basi lagi.

Kerap kali terjadi, ada anggota WAG yang membagikan link atau tautan, video, atau foto, sebuah informasi. Mungkin maksudnya baik; berbagi informasi. Namun kadang tidak atau kurang teliti.

Link, video, atau foto yang dibagikan ternyata hoax, kabar bohong, atau hasil editan. Tak soal bila yang bersangkutan awam, bahwa yang dibagikannya itu tidak benar. Sehingga bisa dimaklum bila dia khilaf.

Tetapi, ulah gegabah dan serampangan ini kadang rada disengaja dan dimotivasi oleh maksud dan tujuan tertentu. Misalnya untuk menyerang dan menjatuhkan lawan. Dalam hal ini lawan politik.

Ketika sebuah link, video, atau foto itu yang belakangan terbukti tidak benar, konyolnya kerap disambut sumpah serapah dari anggota lain yang punya pemikiran yang sama dan kepentingan yang sama. Juga tabiat yang sama pastinya.

Lalu, ketika ada info pembanding yang sahih sebagai counter atas hoax yang dia bagikan, bukannya mengakui dan merasa salah serta khilaf, malah berbagi lagi kabar lain, seolah tidak peduli dengan kecerobohan yang baru saja dilakukan.

Seseorang yang berbagi informasi dan kemudian terbukti bahwa informasi yang dibagikan itu tidak benar, mestinya merasa malu. Sebagai wujud tanggung-jawabnya, sebaiknya menyadari salah dan meminta maaf.

Lha ini, boro-boro merasa malu, lalu menyadari salah, dan kemudian meminta maaf. Malah sebaliknya, berkelit dan berdalih dengan berkirim kabar baru untuk mengalihkan kecerobohannya sendiri.

Orang yang tidak merasa bersalah apalagi meminta maaf atas kesalahannya membagikan berita yang tidak benar, itu seperti jos leos seorang sopir kendaraan yang menyalurkan syahwat birahi di jalanan.

Bila sebutan jos leos bagi sopir yang punya kebiasaan demikian, maka bagi anggota WAG yang punya tabiat tidak bertanggung-jawab itu namanya sret laur!

Sret bagikan, laur tinggalkan. Seperti halnya kebiasaan orang yang suka dolbon, modol di kebon. Sret keluarkan, laur tinggalkan. Jadi, yang suka begitu tidak beda dengan dolbon!

Semoga kita terhindar dari perilaku dolbon, yang serampang dan tidak bertanggung-jawab atas ulah sendiri. Mengapa? Karena berbagi kabar bohong atau hoax itu bisa menjadi fitnah.

Sementara kita tahu, dalam ajaran Islam disebutkan bahwa fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Maka, bisa jadi, hoax itu lebih sadis dari mutilasi. Wallahualam.
*

Tangerang, Selasa, 29 Juli 2025
Penulis adalah Ketua Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society (FORDISKA LIBAS), Pengurus ICMI Orwil Banten, Wakil Ketua Bidang Kaderisasi Pengurus Besar Mathlaul Anwar

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Cul dogdog tinggal igel – sederhana tapi padet

    Jos narasinya Leos analisanya

    Salut dan tetap terus berkarya Kang Ocit