
Oleh : Adung Abdul Haris
I. Pendahuluan
Manusia dan kebudayaan dan termasuk upaya untuk memajuan kebudayaan banngsa di tengah arus teknologi canggih yang saat ini terus membanjiri bangsa ini, merupakan suatu kenyataan dan sekaligus satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan logika zaman yang terjadi. Bahkan, manusia merupakan perancang dan sekaligus pendukung utama keberadaan teknologi canggih yang saat ini kerapkali menyihir manusia itu sendiri. Bahkan dalam konteks sejarahnya, yakni sejak zaman azali, zaman kudroti, zaman kuda gigit besi hingga zaman milenialisasi saat ini, maka manusa-lah sang perancang teknologi itu, yaitu disetiap kurun zaman dan di setiap abad ke abad, maka manusia lahir dan hidup dalam suatu kebudayaan tertentu. Sementara hidup manusia tidak hanya berjalan, tetapi ia juga mengerti, menguasai dan campur tangan terhadap kebudayaan, teknologi dan lingkungannya. Manusia terus berkembang dan terus menciptakan kebudayaan dan peradaban semakun canggih hingga saat ini. Bahkan menurut sang manusia tercanggih di dunia (para puturolog), bahwa manusia belum dikatakan sebagai manusia seutuhnya, yakni sebelum menjadi manusia paripurna (menjadi sang inovatif dan visioner yang bisa mengubah dunia dan alam jagat raya ini) serta bisa menguasai dan mengendalikan logika zaman dan kecanggihan teknologi.
Bertolak dari pokok pikiran di atas, maka materi yang akan dikemukakan pada tulisan kali ini, yaitu mencoba untuk menghilangkan disharmoni sosial budaya dan sekaligus juga mencoba mengeliminir tentang ide “teknologi an-sih itu”. Karena, kalau manusia terlalu mengedepankan soal kecanggihan teknologi semata, pada akhirnya manusia kerapkali termarginalir oleh kecanggihan teknologi itu sendiri dan bahkan kerapkalu juga bera pada titik nadir kehawatirkan. Sementara tujuan dari tulisan kali ini adalah mencoba untuk memotret proses pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan yang efeknya membawa pada perubahan pola perilaku yang mengandalkan pendekatan sosial budaya pada masyarakat dengan bantuan teknologi dan kemajuan internet.
Lebih dari itu, inti materi yang akan dikemukakan pada tulisan kali ini adalah mencoba melakukan tela’ah kritis, yang tekanannya pada sisi kualitatif dengan mendeksripsikan perilaku masyarakat dan identitas lingkungan yang secara faktual dan jelas. Mengingat faktanya masyarakat kita saat ini, memang sudah terinfiltrasi/terjangkiti dan bahkan sudah menggandrug betul berbagai produk teknologi mutakhir dan termasuk sangat permisifnya terhadap keberadaan teknologi informasi, yang pada realitanya (hp) terus berada digenggaman masyarakat kita setiap saat. Bahkan, pada titik tertentu (alat komunikasi yang canggih itu/hp) terus menggempur masyarakat dan bangsa kita, sehingga tidak sedikit juga banyak membuat “Gaptek” alias gagap dan gugup teknologi masyarakat, khusnya masyarakat pedesaan kita.
Sementara demi untuk penguatan materi penyusunan tulisan ini, akhirnya penulis-pun melakukan pengumpulan data melalui teknik wawancara, dokumentesi, observasi, alias melakukan proses riset kecil-kecilan. Sementara hasil observasi/riset yang dilakukan penulis, dapat penyimpulkan bahwa kebudayaan dan kemajuan teknologi saat ini, memang nyata dirasakan oleh masyarakat dan bahkan masyarat kita-pun masih banyak yang gagap dan gugup (Gaptek) dengan keberadaan teknologi komunikasi yang terus tercanggihkan hingga saat ini. Bahkan, keberadaan teknologi komunikasi yang canggih itu, eksesnya terus membentuk kepribadian kebudayaan masyarakat yang selalu membawa pada perubahan yang terus menyesesuaikan diri dengan dinamika kehidupan dan logika zaman yang milenialistis ini. Dan akhirnya, dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi saat ini, pada faktanya lebih banyak orang orang berada dan berselancar di dunia maya ketimbang berada di dunia nyata. Dan realitas sosial budaya masyarakat kita saat ini merupakan bentuk gerak hidup dan mobilitas interaksi nyata yang selalu membawa pada titik kulminatif perubahan yang begitu cepat dan dahsyatnya.
II. Memahami Riset Dan Hipotesis
Untuk memahami tentang lompatan kebudayaan bangsa kita maupun dinamisnya kecanggihan teknologi komunikasi saat ini, dan demi terwujud dan akuratifnya tulisan ini, penulis mencoba melakukan riset kecil-kecilan. Sedangkan riset merupakan sebuah proses untuk menginvestigasi masalah, memperluas ilmu pengetahuan, mengeksplorasi teori yang didapat, menemukan dan menginvestigasi masalah hingga medapatkan solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Sementara dalam pengertian yang lebih spesiifk, riset dapat diartikan sebagai sebuah aktivitias untuk menemukan dan memecahkan masalah serta bagaimana seorang peneliti, ia akhirnya mampu memperluas teori yang ia miliki. Hal lain yang perlu digaris bawahi dari pelaksanaan riset, bagaimana agar kegiatan riset itu mampu menghasilkan sebuah solusi terhadap berbagai permasalahan yang terjadi. Sebagai contoh, meneliti seberapa jauh seekor kelinci ia melompat misalnya, hal itu tidak serta merta dikategorikan sebagai riset karena hal itu hanyalah dilakukan proses observasi tanpa memberikan sebuah solusi terhadap suatu masalah.
Hal itu disampaikan Cihad Gunduz, M.A, yaitu salah seorang akademisi dari Dicle University (Turki) dalam acara “Supporting Lecture Series for International Program Studies”, pada Sabtu (3/4/2023). Cihad juga menyampaikan bahwa riset merupakan sebuah proses sederhana yang dilakukan untuk mencapai sebuah solusi dari permasalahan yang kerapkali terjadi. Proses tersebut harus melewati tahapan perencanaan dan pengumpulan data yang sistematis. Kemudian, dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data. Cihad Gunduz juga menekankan bahwa terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaan riset yang perlu dipahami oleh setiap peneliti. Seperti riset yang bersifat dekriptif dan analitik (Descriptive and analytical), hal itu harus dilakukan dengan cara menentukan dan menjelaskan permaslaahan yang terjadi. Selanjutnya riset kuantitatif dan kualitatif merupakan penelitian yang berlandaskan pada tolak ukur angka dan pengalaman sampel dalam riset tersebut. Selanjutnya, untuk riset yang bersifat konseptual dan empirikal (conceptual and empirical), hal itu harus mampu menonjolkan ide-ide abstrak yang berlandaskan pada eksperimen dan observasi yang dilakukan.
Jenis terakhir dari riset adalah yang bersifat terapan dan dasar (applied and basic) yang menitik-beratkan pada praktek ilmu pengetahuan dan informasi terhadap penerapannya yang lebih luas. Kedua penelitian itu juga memiliki karakteristik tersendiri yang menjadi pembeda satu dengan lainnya. “Basic Research”, ia berlandaskan pada riset yang mengedepankan keingin tahuan terhadap sesuaut yang belum diketahui. Riset memiliki peran kunci dalam semua inovasi yang hendak dicapai. Hal itu berbeda dengan “applied science” yang fokus pada teknologi dan teknik dalam pelaksanaan riset yang mencoba untuk mengembangkan ide penelitian melalui dua aspek. Selain itu, seorang peneliti (researcher), ia harus mampu mempertahankan kode etik riset yang selalu bersifat netral, melewati proses yang terkontrol dan memiliki tujuan akhir untuk dibagikan kepada khalayak umum agar bisa merasakan manfaat dari hasil riset itu sendiri. Bahkan, seorang peneliti harus selalu membuka pikiran dan mencari informasi terhadap sebuah fenomena baru yang bisa dijadikan bahan penelitian. “Kemampuan untuk berpikir kritis dan skeptis harus dimiliki dalam pelaksanaan riset walaupun riset sendiri tidak hanya bertujuan untuk mengkritik,” ujar Cihad Gunduz.
Cihad Gunduz juga menekankan kepada setiap penelitis untuk membuat hipotesis sebaik mungkin karena kehadiran hipotesis memegang punya peranan penting dalam kelancaran sebuah penelitian karena hipotesis merupakan bahan uji terhadap penelitian tersebut. Sehingga hipotesis harus berupa sebuah asumsi yang mampu dan mudah untuk diuji. Maka untuk sampai pada hipotesis yang baik, menurut Cihad Gunduz, maka seorang peneliti harus melewati beberapa tahapan yakni Identifikasi masalah dalam riset, identifikasi cakupan riset, identifikasi pertanyaan hingga tujuan pelaksanaan riset tersebut. Hipotesis sendiri merupakan jawaban dari apa yang ingin dicapai oleh seorang peneliti. “sehingga perlu dipertimbangkan poin apakah yang perlu dicapai dari riset tersebut?”.
III. Penelitian Sehari-Hari
Kita jarang menyebut apa yang kita lakukan setiap hari sebagai “riset”, tetapi ketika kita online untuk mencari berita dan informasi misalnya, maka kita tampa terasa memang terlibat dalam riset sehari-hari. Riset sehari-hari telah menjadi keterampilan dasar, yak i seiring dengan perluasan skala dan kecepatan internet. Dalam banyak kasus, ketika kita mencari informasi, terutama kita ingin memahami “masalah” yang kita hadapi untuk mencari saran medis tentang sakit tenggorokan yang kita alami misaknya, atau untuk mempelajari lebih lanjut tentang produk yang ingin kita beli. Kerapkali kita akan membaca artikel, ulasan, dan menonton video; bahkan kerapkali kita akan membandingkan merek dan harganya. Memang, apakah kita mencoba mendiagnosis? Dan mengapa kita terus merasa sakit? Atau kita mencoba untuk memahami mengapa baterai ponsel kita tidak dapat diisi daya? Maka tempat pertama yang biasanya kita kunjungi adalah internet untuk membantu memecahkan masalah yang kita hadapi.
Tentu saja, jenis riset sehari-hari ini hanyalah salah satu jenis pencarian informasi, tetapi hal itu adalah tempat yang baik untuk memulai ketika kita mau melakukan riset yang lebih besar, yakni untuk menulis tentang masalah yang penting bagi khalayak akademis, profesional, dan publik. Dalam diskursus seperti itu kita akan membangun keterampilan proses penelitian sehari-hari untuk mengembangkan strategi penelitian akademis yang lebih formal untuk mengumpulkan data kita sendiri dan menemukan, mengevaluasi, dan memilih sumber. Yang pasti, masalah datang dalam berbagai bentuk dan ukuran, dari yang kecil hingga yang besar, termasuk apa yang penulis sebut sebagai “masalah yang rumit”. Masalah rumit adalah masalah yang mungkin memiliki “penyebab yang tak terhitung banyaknya, (sulit-komflikitit), sulit dijelaskan, sulit terurai dan (tidak) memiliki jawaban yang pasti. Bahkan, masalah rumit itu seringkali muncul dari perubahan sosial dan teknologi yang cepat yang kita sama-sama hadapi saat ini. Masalah rumit itu, kerapkali efeknya yang terus meluas dan bahkan ketegangan-pun seringkali terjadi dan tertimbulkan diantara orang maupun kelompok, yakni akibat masalah yang “rumit itu”, dan hal itu tentunya memerlukan pendekatan yang lebih disengaja dan bersifat formal untuk studinya. Dan saat penyelidikan kita sendiri terhadap suatu masalah mengambil bentuk yang lebih formal, standar dan harapan ketika tumbuh untuk bagaimana penelitian dilakukan, bagaimana data dikumpulkan, dan kredibilitas sumber yang kita gunakan dan lain sebagainya.
A. Mengidentifikasi Dan Menjelajahi Masalah Yang Rumit
Saat pertama kali menanyakan tentang masalah yang kita minati misalnya, maka proses pencarian pertama umumnya kita cari di internet, dan hal itu adalah awal yang baik. Mengunjungi Wikipedia, membaca artikel populer, dan menonton media yang terkait dengan masalah yang kita hadapi, hal itu akan membantu kita untuk membangun pemahaman kita tentang wacana yang melingkupi masalah tersebut, bagaimana orang lain membicarakannya, berbagai sisi masalah tersebut, serta sejarah dan konteksnya. Karena tahap awal ini bersifat eksploratif, maka kita sebaiknya tetap berpikiran terbuka dan memperlambat langkah saat meneliti. Saat kita menggali lebih dalam suatu masalah, maka masalah tersebut akan menjadi semakin rumit dan bernuansa meluas. Sementara Google, Bing, dan mesin pencari komersial lainnya, hal itu merupakan alat yang berguna untuk penelitian sehari-hari dan kita akan menggunakannya selama proses penelitian. Namun perlu diingat, bahwa alat-alat tersebut memang memiliki keterbatasan dan umumnya tidak cukup untuk meneliti masalah yang pelik. Faktanya, ketika kita sedang menggunakan Google atau mesin pencari komersial lainnya, kita sebenarnya hanya memiliki akses ke sekitar 4% informasi yang beredar di internet itu. Misalnya, saat kita mempelajari masalah yang sulit, peneliti yang ingin tahu harus melampaui batas web permukaan dan mesin pencari komersial itu, yakni untuk terus membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah yang teliti.
Sementara untuk memahami masalah pada tingkat yang lebih dalam berarti mengakses sumber yang sering kali dilindungi kata sandi atau memerlukan langganan untuk masuk ke basis data akademis, arsip pemerintah, laporan ilmiah, dokumen hukum, dan sumber lain yang mungkin tidak dapat diakses oleh mesin pencari komersial. Sementara mesin pencari komersial memang selalu meningkatkan dan menemukan lebih banyak sumber daya di web dalam (Google Scholar, misalnya), mereka biasanya hanya menunjukkan lokasi sumber daya daripada menyediakan akses ke sumber daya tersebut. Dari sudut pandang peneliti, hal utama yang perlu diingat tentang web dalam adalah bahwa mesin pencari komersial memang sangat terbatas dalam cakupannya. Mereka tidak hanya tidak dapat menemukan dan mengindeks sebagian besar informasi yang ada di internet global, bahkan cara mereka memfilter dan mempersonalisasi pencarian berdasarkan pencarian kita sebelumnya, dan cara mereka memberi peringkat hasil pencarian, semuanya mempersempit apa yang kita lihat dan membatasi akses kita ke berbagai informasi yang lebih luas.
Sementara meneliti suatu masalah yang rumit, memang pada faktanya memerlukan penelusuran ke web dalam dan penggunaan strategi penelitian yang lebih canggih, termasuk penggunaan istilah pencarian yang lebih tepat dan penggunaan basis data khusus untuk penelitian ilmiah, arsip pemerintah, dan publikasi industri/perdagangan. Namun, sumber-sumber semacam itu, baik di permukaan maupun di web dalam, adalah data yang bersifat sekunder atau penelitian sekunder. Data sekunder adalah teks dan penelitian yang dibuat oleh orang lain yang juga tertarik pada beberapa aspek masalah yang kita teliti. Seperti artikel, esai, laporan penelitian, dokumenter dan sumber apa pun yang kita gunakan yang telah disusun oleh orang lain adalah sumber data yang disebut data sekunder. Sementara Google Cendekia, basis data pemerintah, organisasi penelitian nirlaba (misalnya Pew Research Center) atau katalog perpustakaan dan database penelitian, organisasi penelitian nirlaba, merupakan data yang bersifat primer.
IV. Dinamika Menghadapi Kemajuan Teknologi di Era 5.0
Dalam perjalanan panjang menghadapi kemajuan teknologi di era 5.0, keberadaan manusia (termasuk keberadaan masyarakat Indonesia) telah menjalani transformasi yang luar biasa, yakni ada yang langsung adaftif untuk menggunakan teknologi komunikasi yang semakin canggih saat ini, namun tidak sedikit juga masyarakat bangsa ini yang terus mengalami “kagetologi” serta terus “Gaptek” alias gagap dan gugup dengan keberadaan teknologi yang terus samakin canggih itu.
Bahkan, dinamika yang menyertai perubahan akibat semakin canggihnya teknologi komunikasi itu, akhirnya menjadi kisah epik perjalanan umat manusia menuju masa depan yang penuh tantangan dan sekaligus peluang itu. Bahkan, pertarungan antara manusia dan teknologi terkesan tidak pernah berhenti, namun bukannya sebagai musuh, tapi bagaimana agar teknologi menjadi sekutu setia dalam membangun peradaban yang lebih maju dan lebih manusiawi. Kesadaran akan perlunya keseimbangan antara teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan seyogyanya terus memandu langkah-langkah ke depan. Bahkan, di tengah arus informasi yang mengalir begitu deras saat ini, akhirnya manusia terus belajar untuk memilah diri, yakni memilih, memilih serta menyaring informasi, namun tetap menyadari bahwa pentingnya keberlanjutan dan tanggung jawab sosial adalah sangat urgen. Dan etika tentunya menjadi dasar utama dalam proses pengembangan teknologi saat ini, hal itu mengingatkan kita bahwa setiap inovasi teknologi tentunya harus memberikan manfaat dan tidak merugikan kesejahteraan manusia itu sendiri.
V. Membangun Bangsa di Era Digital
Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan yang begitu signifikan dalam hal teknologi dan informasi. Era digital saat ini telah memberikan banyak peluang bagi pembangunan bangsa, namun tidak sedikit juga yang akhirnya menimbulkan beberapa permasalahan yang harus dihadapi. Berbagai permasalahan membangun bangsa di era digital saat ini merupakan hal yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan cepat. Era digital membawa banyak kemudahan dan keuntungan, namun juga menimbulkan beberapa tantangan yang harus diatasi. Salah satu permasalahan terbesar adalah infrastruktur digital. Indonesia masih kekurangan akses internet yang merata dan sumber daya manusia yang ahli dalam teknologi. Hal itu membuat banyak masyarakat yang kurang bisa memanfaatkan potensi teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Selain itu, terdapat permasalahan keterbukaan informasi.
Era digital membawa banyak informasi yang beredar, namun tidak semua informasi yang beredar itu berkualitas dan dapat dipercaya. Banyak informasi palsu atau hoaks yang terus tersebar dengan cepat dan menyebar luas melalui media sosial. Hal itu menjadikan masyarakat harus lebih cerdas dan terus berhati-hati dalam memilah dan memilih informasi yang lebih akurat dan akan diambil.
Tidak kalah penting, masalah keamanan siber juga harus diperhatikan. Serangan siber, phishing, dan pencurian informasi pribadi merupakan hal-hal yang sering terjadi dan mengancam privasi dan keamanan informasi. Keterampilan digital juga merupakan permasalahan penting. Banyak orang yang kurang memahami teknologi dan keterampilan digital, sehingga mereka kurang bisa memanfaatkan potensi teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Kemudian permasalahan ketimpangan ekonomi. Adanya teknologi dan akses informasi yang tidak merata dapat memperluas ketimpangan perekonomian di masyarakat, sehingga hanya segelintir orang saja yang dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Di era digital ini, teknologi dan akses informasi memegang punya peranan penting dan sekaligus sangat besar dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Karena itu membangun bangsa di era digital sangatlah penting agar Indonesia dapat terus berkembang dan bersaing dengan bangsa lain di dunia. Pertama, era digital membuka peluang bagi peningkatan akses informasi yang merata. Dengan akses informasi yang merata, masyarakat akan lebih mudah mendapatkan informasi yang berkualitas dan bermanfaat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kedua, era digital membuka peluang bagi peningkatan keterampilan digital.
Keterampilan digital merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi kompetitif pada era digital ini. Dengan memiliki keterampilan digital, maka masyarakat akan lebih mudah mengakses dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Ketiga, era digital membuka peluang bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Dengan teknologi dan akses informasi yang merata, maka akan membuka peluang bagi pemerintah dan masyarakat untuk memanfaatkan teknologi untuk memperluas peluang usaha dan meningkatkan kesejahteraan. Keempat, era digital membuka peluang bagi peningkatan keamanan siber.
Keamanan siber sangat penting untuk menjamin privasi dan keamanan informasi masyarakat. Karena itu, membangun bangsa pada era digital harus memerhatikan masalah keamanan siber agar masyarakat dapat terlindungi dari serangan siber dan pencurian informasi. Peran pemerintah sangat penting dan sentral dalam membangun bangsa Indonesia pada era digital. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses informasi dan teknologi yang merata dan berkualitas.
Langkah strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam membangun bangsa Indonesia pada era digital saat ini diantaranya : Pertama, pemerintah harus memastikan bahwa akses informasi dan teknologi merata dan berkualitas. Hal itu bisa dilakukan dengan cara memperluas jaringan internet dan memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses internet yang cepat dan andal.
Kedua, pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat memiliki keterampilan digital. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan pelatihan dan pendidikan tentang teknologi dan informasi bagi masyarakat.
Ketiga, pemerintah harus memastikan bahwa teknologi dan informasi bermanfaat bagi masyarakat dan tidak merugikan masyarakat. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan regulasi dan pengawasan terhadap penggunaan teknologi dan informasi, ditambah juga pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat terlindungi dari ancaman keamanan siber. Hal itu bisa dilakukan dengan cara memperkuat sistem keamanan siber dan memberikan pendidikan tentang keamanan siber bagi masyarakat.
Keempat, pemerintah harus memastikan bahwa ekonomi dan pemerataan kesejahteraan dapat ditingkatkan melalui teknologi dan informasi. Hal itu bisa dilakukan dengan cara terus memperluas peluang usaha dan memberikan dukungan bagi usaha kecil dan menengah yang memanfaatkan teknologi dan informasi. Selain peran dari pemerintah, peran masyarakat sangat penting dalam membangun bangsa Indonesia pada era digital. Masyarakat juga memiliki tanggung jawab besar untuk memanfaatkan teknologi dan informasi untuk memajukan diri dan membangun bangsa. Masyarakat harus memanfaatkan teknologi dan informasi untuk memajukan diri dan memperluas pengetahuan. Hal itu bisa dilakukan dengan cara mencari informasi dan belajar tentang teknologi dan informasi melalui internet atau sumber lain.
Oleh karena itu, masyarakat harus memastikan bahwa teknologi dan informasi tidak digunakan untuk tujuan yang merugikan orang lain atau lingkungan. Hal itu dapat dilakukan dengan memahami dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku tentang penggunaan teknologi dan informasi. Selain itu, masyarakat harus berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan melalui teknologi dan informasi.
Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan peluang usaha dan bekerja keras untuk membangun usaha kecil dan menengah yang memanfaatkan teknologi dan informasi, serta masyarakat harus memastikan bahwa keamanan siber tetap terjaga. Hal itu bisa dilakukan dengan memahami dan mematuhi praktik keamanan siber yang baik, seperti menjaga kata sandi dan tidak membocorkan informasi pribadi.
Bangsa Indonesia berada pada era digital yang membawa banyak tantangan dan peluang. Membangun bangsa Indonesia di era digital adalah tugas bersama yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memfasilitasi akses dan pemanfaatan teknologi dan informasi oleh masyarakat, serta memastikan bahwa teknologi dan informasi digunakan untuk kepentingan bersama. Sementara masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk memanfaatkan teknologi dan informasi untuk memajukan diri dan membangun bangsa. Dengan berkolaborasi dan memainkan peran masing-masing dengan baik, maka kita dapat membangun bangsa Indonesia yang lebih maju, sejahtera, dan inklusif di era digital. Kita harus terus berupaya untuk memanfaatkan teknologi dan informasi untuk memajukan diri dan membangun bangsa, serta memastikan bahwa teknologi dan informasi digunakan untuk kepentingan bersama. Mari kita bangun bangsa Indonesia yang lebih baik bersama-sama.
VI. Negara Berkembang Semakin Berdaya Dengan Kemajuan Teknologi Informasi
Sebagaimana telah dikemukakan di bagian atas, yskni bagaimana agar sebuah kemajuan teknologi informasi yang terjadi saat ini untuk kita gunakan sebaik mungkin, yakni untuk kemajuan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara tercinta ini. Karena, keberadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memang kian berkembang, yakni beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Era globalisasi saat ini tampak begitu dahsyat lompatan dan kemajuaanna, yakni dengan kemudahan akses digital di berbagai penjuru dunia. Sementara negara berkembang (termasuk Indonesia) yang acapkali dipandang terlambat dan terbelakang, tapi pada kenyataannya saat ini cukup cepat merespon perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) itu, dan tidak sedikit juga oknum masyarakat bangsa ini yang akhirnya menyalah-gunakan artikulasi TIK yang sesungguhnya.
Hal itu senapas dengan apa yang disampaikan oleh para nara sumber pasa acara seminar yang bertemakan “Globalization: Information Technology in Developing Countries”. Seminar tersebut digelar oleh Prodi Hubungan Internasional (HI), pada Rabu (30/06/2023) oleh pihak UII Yogyakarta. Di acara seminar tersebut akhirnya berkembang berbagai pembicaraan, yang mengerucut pada arah perspektif dalam konteks memandang pembangunan, yaitu suatu pembangunan sebagai pertumbuhan ekonomi, sebagai kehidupan yang lestari, dan sebagai kemerdekaan. Para nara sumber diacara seminar itu pada umumnya mereka menyoroti poin yang ketiga, yaitu soal pembangunan sebagai kemerdekaan, dalam hal ini (Teknologi Informasi dan Komunikasi atau TIK) memang telah memfasilitasi proses peningkatan kapabilitas dan keberfungsiannya. Sebagai contoh kata salah seorang nara sumber yang berbicara diacara seminar itu. Bahwa, ponsel bisa kita anggap sebagai komoditas. Namun, komoditas tersebut bisa menawarkan kapabilitas seperti mencari informasi, menghubungi, membangun jaringan, dan lain sebagainya. Tetapi apakah kapabilitas itu bisa terwujud nyata menjadi keberfungsian? Ketika kapabilitas menjadi keberfungsian, maka saat itulah dinamika keberhasilan dan kemerdekaan masyarakat bisa muncul.
Sementara menurut pandangan penulis sendiri, bahwa realitas negara-negara sedang berkembang (termasuk negara kita) memang memiliki dinamikanya tersendiri dalam upaya untuk merespon kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti kehadiran aplikasi pemesanan makanan yang kerapkali menawarkan aneka makanan dengan harga relatif murah misalnya. Tentunya contoh kecil itu tidak dialami di seluruh pelosok daerah di negeri ini, hal itu hanya terjadi di kota-kota besar di negeri ini.
Sementara perspektif kita (termasuk perspektif penulis) dalam konteks memandang Teknologi Informasi Komunikasi atau TIK itu, adalah sebagai “sosio-materiality”. Karena, keberadaan teknologi dan kontekstualitasnya juga memang betul-betul saling mempengaruhi. Hal itu berarti teknologi menjadi tidak bebas nilai tapi justru berisi nilai. Dengan kata lain, teknologi tidak bisa dipisahkan dari dunia sosial. Sementara ketika pembangunan dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi misalnya, maka ada tujuan etis yaitu menjadikan dunia lebih baik dan dinamika ekonomi masyarakat bisa terdongkat dengan TIK itu. Tetapi hal itu bisa menjadi kesenjangan dan jurang yang semakin dalam dan terus menganga, yakni bagi mereka yang punya akses dan punya penguasaan terhadap TIK, mereka sangat diuntungkan. Namun sebaliknta, bagi mereka yang tidak punya akses sama sekali terhadap TIK, maka mereka akan menjadi kehilangan banyak kesempatan. Lebih dari itu menurut tinjauan penulis (sebagaimana berdasarkan hasil riset kecil-kecilan yang pernah dilakukan penulus di lapangan), yaitu tentang kegunaan ponsel di sektor pertanian. Menurut yang penulis temukan (menggunakan capability approach di tahun 2023 yang lalu), yaitu proses perpindahan dari komoditas ke kapabilitas kemudian keberfungsiannya dipengaruhi oleh faktor konversi seperti faktor personal, sosial, dan lingkungan. Bahkan, temuan menarik yang penulis dapatkan adalah diskusi tentang kepemilikan dan akses. Dan ternyata, tidak semua petani di negeri ini memiliki ponsel sehingga seringkali mereka meminjam ponsel anaknya untuk berhubungan sesama para petani (kelompok tani) maupun untuk menghubungi langsung dengab para penyuluh pertanian dan lain sebagainya. Jika bicara globalisasi, kita memang diuntungkan karena akses lebih penting dari kepemilikan terutama untuk negara berkembang, namun realitanya banya para petani kita tidak bisa mengakses soal Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) itu, karena para petani kita punya banyak keterbatssan untuk memajukan produktifitas pertaniannya mereka.
Dan pada faktanya, perkembangan teknologi informasi memang sangat berbeda di setiap wilayah di negeri ini, begitu pula dengan kesiapan setiap wilayah untuk berkembang. Ada daerah yang siap ditinggalkan oleh para pendampingnya (para penyuluh pertanian), dan para petani itu mereka terus berkembang dan maju. Nanun ,ada juga yang kembali ke titik nol alias mengalami kemunduran setelah ditinggalkan para penyuluh pertanian itu. Bahkan, ketika bertemu pendampingan yang baru (penyuluh yang baru) mereka masih kembali ke nol persen. Sementara untuk menjadi lebih mandiri para petani, kata kuncinya adalah menjadi lestari dan terpenuhinya semua akses TIK sebagaimana telah dikemukakan diatas. Bahkan, para petani menjadi bermakna ketika mereka tidak hanya sesaat, tetapi bisa berlangsung lama. Namun di sisi lain, penulis juga sangat optimis bahwa TIK bisa membawa negara berkembang (termasuk negara kita dan para petani kita) untuk menjadi negara dan para petani yang maju, yakni dengan gerak kolektif sehingga manfaat bisa diperoleh secara optimal bagi kesejahteraan masyarat dan bangsa kita secara umum.