Oleh : Adung Abdul Haris

I. Pendahuluan

Tulisan atau bahasa tertulis adalah salah satu proses pencapaian paling penting dalam sejarah peradaban manusia. Penemuan tulisan (bahasa tulis) memungkinkan manusia untuk bisa merekam dan mentransmisikan informasi, ide, serta pengalaman antar generasi. Sedangkan sejarah tulis-menulis atau sejarah bahasa tulisan, awalnya hanya berupa gambar dan simbol-simbol. Namun, akhirnya bahasa tulisan berkembang menjadi sistem yang demikian kompleks yang memungkinkan terciptanya sastra, ilmu pengetahuan, hukum, dan komunikasi global hingga saat ini. Oleh karena itu, pada artikel kali ini penulis mencoba untuk menelusuri sejarah penemuan tulisan dari masa prasejarah hingga munculnya alfabet modern. Bahkan dalam fakta-fakta arkeologis ketika di zaman sejarah Islam misalnya, saat itu mushaf Al-qur’an belum dibukukan (dan termasuk ketika di zaman Nabi Muhammad). Al-qur’an itu dibukukan, yakni ketika di zaman Sahabat Ustman bi Afan. Sementara keberadaan ayat-ayat al-qur’an saat itu (zaman Nabi Muhammad) masih tercecer serta berserakan, yakni masih ada yang ditulis di pelapah kurma, di kulit dan tulang Unta dan lain sebagainya.

II. Sejarah Bahasa Tulisan

  1. Awal Mula (Pictogram dan Ideogram (Sekitar 30.000 SM).

Masa itu tulisan dimulai dengan gambar sederhana, yang disebut pictogram. Pictogram adalah gambar yang menggambarkan objek atau ide tertentu. Misalnya, gambar seekor binatang mungkin digunakan untuk mewakili binatang itu sendiri atau suatu ide yang terkait dengannya, seperti makanan atau perburuan.
Salah satu contoh tertua dari gambar semacam itu ditemukan di gua-gua Lascaux, Prancis, yang berusia sekitar 17.000 tahun. Di gua-gua tersebut, terdapat gambar-gambar binatang yang diukir atau dilukis pada dinding gua. Pictogram itu bukanlah tulisan dalam pengertian yang kita kenal sekarang ini, tetapi lebih merupakan representasi visual yang digunakan untuk menceritakan peristiwa atau memberi tanda. Namu seiring berjalannya waktu, akhirnya gambar-gambar itu terus berkembang menjadi simbol yang lebih abstrak, yang disebut ideogram. Ideogram adalah gambar atau simbol yang melambangkan ide atau konsep tertentu, bukan hanya objek yang dilihat. Misalnya, simbol untuk matahari atau air mungkin mewakili bukan hanya benda tersebut, tetapi juga konsep waktu, kehidupan atau kesuburan dan lain sebagainya.

  1. Tulisan Cuneiform di Mesopotamia (Sekitar 3.200 SM).

Sekitar 3.200 SM, di wilayah Mesopotamia (sekitar Iraq modern), manusia mulai mengembangkan sistem tulisan yang lebih kompleks. Tulisan cuneiform, yang berasal dari kata Latin cuneus yang berarti “wedge” atau
persegi panjang, yaitu salah satu sistem tulisan tertua yang dikenal. Tulisan itu pertama kali digunakan oleh bangsa Sumeria, dan pada awalnya berupa simbol-simbol yang terukir pada tablet tanah liat yang menggunakan alat runcing. Tulisan cuneiform berkembang dari gambar-gambar sederhana menjadi karakter yang lebih simbolis dan fonetik. Namun seiring berjalannya waktu, karakter-karakter itu semakin abstrak dan digunakan untuk mewakili kata-kata atau bahkan suku kata. Cuneiform digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk untuk kegunaan administrasi, perdagangan, dan pencatatan hukum. Salah satu contoh terpenting dari penggunaan tulisan cuneiform adalah Kode Hammurabi, yang berisi hukum-hukum Raja Hammurabi dari Babilonia (sekitar 1754 SM), yaitu salah satu kode hukum pertama dalam sejarah manusia.

  1. Tulisan Hieroglif Mesir (Sekitar 3.100 SM).

Sekitar waktu yang hampir bersamaan dengan perkembangan tulisan cuneiform, peradaban Mesir Kuno juga mengembangkan sistem tulisannya sendiri, yaitu hieroglif. Hieroglif adalah sistem tulisan gambar yang digunakan oleh bangsa Mesir Kuno untuk merekam sejarah, agama, dan administrasi mereka. Meskipun7 hieroglif sering dianggap sebagai gambar objek atau konsep, tulisan ini lebih kompleks dan mencakup simbol-simbol yang mewakili bunyi (fonetik) dan konsep. Hieroglif digunakan dalam ukiran-ukiran pada dinding makam dan kuil, serta dalam gulungan papirus untuk menulis teks yang lebih panjang. Salah satu temuan penting yang membantu kita untuk memahami hieroglif adalah Batu Rosetta yang ditemukan pada tahun 1799. Batu itu berisi teks yang sama dalam tiga bahasa : hieroglif Mesir, Demotik, dan bahasa Yunani Kuno. Penemuan itu memungkinkan para ahli untuk menerjemahkan hieroglif Mesir yang sebelumnya tidak dapat dibaca.

  1. Alfabet Fenisia (Sekitar 1.200 SM).

Sekitar 1.200 SM, bangsa Fenisia (yang tinggal di wilayah pesisir yang kini menjadi bagian dari Lebanon) mengembangkan alfabet fonetik pertama yang lebih efisien dibandingkan sistem tulisan sebelumnya. Sistem tulisan fenisia itu, ternyata hanya memiliki sekitar 22 simbol, dan masing-masing mewakili bunyi konsonan. Hal itu membuat alfabet fenisia jauh lebih sederhana dan mudah dipelajari dibandingkan dengan sistem tulisan gambar atau ideogram. Alfabet fenisia kemudian menjadi dasar bagi banyak sistem tulisan lainnya, termasuk alfabet Yunani, yang menambahkan huruf vokal, dan kemudian berkembang menjadi alfabet Latin yang kita gunakan hingga saat ini. Dengan demikian, penemuan alfabet fenisia akhitnya membawa perubahan besar dalam sejarah penulisan dan komunikasi manusia di dunia ini.

  1. Pengaruh Tulisan Yunani dan Romawi.

Tulisan Yunani, yang muncul sekitar abad ke-8 SM, adalah langkah penting dalam perkembangan tulisan karena mereka memperkenalkan sistem vokal dalam alfabet mereka. Hal itu memungkinkan penulisan yang lebih fleksibel dan akurat dalam upaya untuk menyampaikan bunyi dan kata-kata. Penulisan dalam huruf besar Yunani digunakan dalam berbagai teks, termasuk karya-karya filsafat, puisi, dan ilmu pengetahuan. Orang Romawi, yang mengadopsi alfabet Yunani, kemudian mengembangkan alfabet Latin, yang kini menjadi sistem penulisan yang paling banyak digunakan di dunia. Alfabet Latin ini digunakan dalam bahasa-bahasa Eropa seperti bahasa Inggris, Spanyol, Prancis dan lain sebagainya.

  1. Penemuan Kertas Dan Mesin Cetak (Abad Ke-9 Dan Ke-15 M).

Pada abad ke-9 M, orang Cina saat itu telah menemukan kertas, yang menggantikan papirus dan perkamen yang sebelumnya digunakan di Mesir dan Eropa. Penemuan itu memungkinkan penyebaran tulisan secara lebih luas dan murah. Pada abad ke-15 M, mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg di Eropa, yang akhirnya merevolusi dunia tulisan. Mesin cetak memungkinkan produksi buku dalam jumlah besar, yang sebelumnya hanya dapat dilakukan dengan menyalin manuskrip secara manual. Penemuan itu akhirnya mempercepat proses penyebaran pengetahuan, mendorong Renaisans, dan memainkan peran penting dalam revolusi ilmiah dan reformasi agama.

  1. Era Digital Dan Internet (Abad Ke-21 M).

Di abad ke-20 dan ke-21 M, penemuan komputer dan internet telah membawa tulisan ke dalam bentuk yang sepenuhnya baru. Komunikasi digital, seperti email, media sosial, dan blog, memungkinkan tulisan disebarluaskan dengan kecepatan dan jangkauan yang memang belum pernah terjadi sebelumnya. Tulisan saat ini dapat diakses oleh siapa saja, dimana saja, yaitu dengan menggunakan perangkat digital. Dengan kata lain, bahwa proses penemuan tulisan atau bahasa tulisan adalah perjalanan panjang yang telah mengubah peradaban manusia di dunia ini. Yakni, dari mulai zaman simbol-simbol gambar pada dinding gua hingga huruf-huruf alfabet modern dan sampai pada zamsn komunikasi digital saat ini. Lebih dari itu, tulisan telah memungkinkan manusia untuk merekam sejarah, berbagi pengetahuan, dan membangun hubungan antar budaya. Sementara dalam setiap tahap perkembangan tulisan, manusia semakin mampu mencatat, memelihara, dan mentransfer pengetahuan, yang akhirnya menjadi dasar bagi kemajuan peradaban global, yakni seiring teknologi yang terus berkembang hingga saat ini, bakan kemungkinan untuk terus menemukan cara baru dalam berkomunikasi melalui tulisan juga akan terus terbuka. Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa tulisan akan tetap menjadi salah satu warisan paling berharga dan paling sepektakuler dari peradaban manusia di alam dunia ini.

III. Perkembangan Minat Baca Dan Menulis di Tengah Arus Teknologi Dan Digitalisasi

Keberadaan kita saat ini bukan lagi berada di zaman Mesir kuno dan di zama Sumeria, yang nota bene di zaman itu awal ditemukan tulisan atau bahasa tertulis. Di zaman itu, merupakan keberadaan manusia yang sangst masih primitif (pasca zaman manusia purba). Namun di zaman itu, manusia malah sudah sangat kreatif dan inovstif, yakni bisa menemukan simbol-simbol untuk berbahasa tulisan. Lalu, kenapa (oknum) generasi saat ini sudah semakin menjauhi dari bahasan tulisan dan sudah enggan pula untuk membaca buku dan lain sebagainya, dan apalagi suatu kerja keras untuk menemukan awal adanya bahasa tulisan. Yakni, seperti yang telah ditemukan oleh nenek moyang kita di Sumeria dan di zaman Mesir kuno?

Bahkan, di zaman saat ini yang nota bene serba digital, ternyata minat remaja untuk membaca dan menulis menurut para ahli komunikasi dan ahli literasi, realitanya (oknum) generasi milenial saat ini terus mengalami degradatif (penurunan) yang cukup drastis. Malah banyak (oknum) dari generasi muda kita saat ini yang lebih tertarik untuk terus menonton video pendek atau scroll media sosial daripada membaca buku atau menulis. Hal itu sangat rasional alias sangat masuk akal bin wajar, karena konten visual memang lebih praktis dan mudah dicerna.

Padahal, bahan bacaan dan tempat untuk menulis sekarang ini sudah sangat mudah diakses. Tapi justru, hanya sedikit remaja yang benar-benar tertarik untuk mendalaminya. Bahkan, buku cetak sudah kalah populer dibanding tren digital, dan menulis juga terus semakin termarginalisir oleh konten-konten kreator yang “viral”. Walaupun begitu, animo dan semangat literasi di kalangan generasi milenial saat ini, secercah masih ada harapan, alias keengganan untuk membaca dan menulis di internal generasi milenial saat ini belum sepenuhnya pupus dan menghilang. Karena, masih ada banyak pelajar yang nampaknya masih tetap aktif menulis dan membaca. Mereka bahkan mengekspresikan ide, perasaan, dan kekreatifan lewat forum digital seperti “Wattpad” atau media sosial seperti X (dulunya Twitter). Bahkan, beberapa karya yang awalnya hanya dipublikasikan “online”, akhirnya bisa diterbitkan secara resmi karena disukai oleh banyak orang. Hal itu menunjukkan kalau dunia literasi remaja sebenarnya masih hidup dan masih ada secercah harapan, hanya saja bentuk dan caranya sudah berubah, yaitu terus mengikuti perkembangan zaman. Jadi, penting sekali bagi kita semua untuk terus mendukung minat baca dan menulis di kalangan generasi muda kita saat ini.

A. Peran Sekolah Dan Keluarga

Agar minat baca dan menulis bisa tetap terjaga, maka diperlukan bantuan dari berbagai pihak. Misalnya, di lingkungan rumah, orang tua bisa mulai dari hal-hal kecil, seperti menyediakan buku-buku bacaan yang menarik lalu mengajak anak-anak kita untuk berbincang dan berdiskusi tentang buku yang sudah mereka baca. Di sekolah, para guru juga bisa ikut andil. Salah satunya dengan memberi kesempatan bagi siswa untuk menulis cerita, esai, jurnal, atau karya tulis lainnya. Mengadakan kegiatan membaca bersama, proyek literasi, atau lomba menulis juga bisa jadi cara yang seru untuk meningkatkan minat literasi. Dukungan tersebut begitu penting, karena campur tangan keluarga dan sekolah dalam bentuk kegiatan literasi harian sudah pasti akan memberi dampak yang signifikan terhadap peningkatan keterampilan menulis para remaja kita.

B. Literasi Bukan Sekadar Membaca Buku

Kita juga harus selalu ingat kalau literasi sekarang ini bukan hanya soal membaca buku atau menulis tangan. Literasi juga berarti bisa dan mampu memahami informasi digital, membedakan fakta dan hoaks, serta bisa berpendapat secara kritis dan sopan, apalagi di dunia maya. Teknologi harusnya tidak menjadi penghalang, tapi justru membantu kita untuk memperkuat kemampuan literasi generasi muda bangsa ini. Kalau dimanfaatkan dengan baik dan bijak, maka internet juga bisa menjadi ruang belajar dan berkreasi yang sangat luas jangkauannya. Yuk, mulai dari hal kecil kita untuk membaca satu bab buku favorit kita, atau tulis satu paragraf tentang hal yang kita sukai. Siapa tahu, dari sana kita bisa menemukan minat dan bakat yang selama ini tersembunyi.

IV. Ingin Jadi Penulis Tapi Bingung Mulai Darimana?

Pernahkah kita membayangkan jika suatu ketika nanti buku yang kita tulis akan terpajang atau ditampilkan di rak “best seller” yang ada? Semua penulis pastinya ingin karyanya berada di rak terdepan toko buku dan ditandai sebagai buku “best seller” yang menjadi favorit bacaan orang-orang. Ttapi, seringkali terbesit di internal diri kita masing-masing, yaitu suatu keraguan, apakah bisa mencapai hal-hal tersebut. Banyak orang yang ingin menjadi penulis tapi tidak tahu bagaimana caranya. Ada juga yang telah menulis akan tetapi ragu dengan tulisannya. Lalu, sebagian lagi telah menulis namun mengalami beberapa kegagalan hingga hampir menyerah. Jadi, bagaimana caranya untuk menjadi seorang penulis yang baik? Sebenarnya, ada hal yang perlu kita ketahui dan kita pelajari untuk menjadi seorang penulis yang profesional. Namun itu tentunya butuh waktu, tenaga dan mentalitas yang militanistik. Berikut ini adalah beberapa langkah untuk menjadi seorang penulis :

  1. Memiliki Niat Dan Minat Yang Besar

Menulis tanpa niat dan minat yang besar hanya akan terasa membosankan dan tidak menarik, sehingga nantinya tulisan yang dihasilkan juga akan terasa kaku dan tidak memiliki jiwa. Karena saat menulis, jiwa penulis akan sebagian masuk ke dalam tulisan yang ditulis terutama jika kita adalah penulis novel fiksi misalnya. Minat dan niat akan sangat membantu kita dalam proses maupun hasil dari tulisan kita nantinya. Kita akan lebih menikmati proses dalam menulis karya itu dan menikmati hasil dari tulisan kita sendiri, dan hal itu juga dapat mempengaruhi pembaca yang membaca karya kita.

  1. Tentukan Jenis Buku (Fiksi Atau Non-Fiksi)

Sebelum mulai menulis, tentukan dulu apa yang akan kita tulis apakah itu berupa tulisan fiksi atau non-fiksi. Tapi apa sih bedanya buku fiksi dan buku non-fiksi itu?

  1. Fiksi (Fiction)

Fiksi atau fiction adalah karya atau buku yang ditulis berdasarkan imaginasi penulis. Hal itu bisa dikatakan bahwa buku itu berisi pemikiran dan ide-ide bebas yang tidak terikat oleh apapun. Semua hal yang tertulis di dalam buku itu akan berbasiskan pada pemikiran yang dimiliki si penulis. Pada jenis fiksi, penulis adalah bagaikan (sakralitas) atau pencipta untuk dunia kecilnya sendiri yang berbentuk buku. Tapi tentu saja, harus tetap menulis sesuai dengan norma dan tidak boleh mengandung unsur SARA. Bahkan, ada beberapa genre cerita fiksi yaitu : Romance, Fantasy, Science fiction (Sci-fic), Horor, Fan Fiction (Fan-fic), Komedi, Misteri, Thriller, Psycology, dan Petualangan. Bahkan, ada beberapa contoh karya-karya fiksi yang terkenal yang bisa kita jadikan sebagai referensi seperti karya Bumi series oleh “Tere Liye, Percy Jackson” oleh Rick Riordan, atau mungkin Layang-layang oleh Masharto Alfatih.

  1. Non Fiksi (Non-Fiction)

Karya tulis non fiksi ditulis berdasarkan kenyataan atau hal-hal yang bersifat nyata. Jenis buku ini sangat berbanding terbalik dengan karya fiksi yang mengandalkan imaginasi penulis. Karya nonfiksi berbasis pada sebuah kejadian, data atau sebuah riset dan analisis sehingga tulisan-tulisan yang dikategorikan sebagai nonfiksi terbatas. Sementara karya-karya yang termasuk sebagai karya nonfiksi biasanya berupa ilmu pengetahuan, sosiologi, antropologi, filsafat, sejarah, inspiratif, biografis dan lain sebagainya. Ada beberapa contoh buku nonfiksi yang dapat kita jadikan sebagai referensi seperti, karya dari Mark Manson yang berjudul Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat, lalu karya lainnya seperti “Filodofi Teras” oleh Henry Manampiring dan lain sebagainya.

  1. Mulailah Menulis

Tanpa memulai, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi nantinya. Berhenti menunda waktu dan segeralah memulai untuk menulis. Ada pepatah yang mengatakan, mulailah sekarang sebelum orang lain yang memulainya lebih dahulu. Walaupun rasanya belum siap dan masih terasa kurang, akan tetapi hal-hal yang diragukan itu tidak akan terjawab jika memulai saja tidak. Maka mulailah saat ini! Dan tulislah kertas kosong itu hingga penuh dengan tulisan kita. Jangan ragu dan mulailah menulis detik ini!

  1. Belajar Dan Perbanyak Bacaan

Selain mulai menulis, jangan lupa untuk terus belajar dari kesalahan dan mempelajari hal-hal baru. Bacalah buku sebanyak mungkin karena saat kita membaca, maka kita akan lebih mudah saat menulis. Membaca akan membantu kita dalam memperkaya kata-kata dan penyusunan kalimat serta dapat menambah ide dan membuat pandangan kita jauh lebih luas. Jadi, teruslah belajar dan membaca banyak buku-buku terutama yang berkaitan atau bersinggungan dengan karya kita.

  1. Konsisten Adalah Jantung Penulis

Saat kita telah memiliki niat dan minat serta telah mulai menulis, jangan pernah melupakan soal konsisten diri. Seorang penulis wajib untuk memiliki sifat yang konsisten. Kenapa? Karena menulis membutuhkan banyak waktu dan membuat seseorang harus mengerjakan hal yang sama berulang-ulang kali. Jika kita tidak konsisten, tidak yakin dan tidal percaya karya yang kita tulis, maka hal itu tidak akan selesai dan akan teranggurkan begitu saja. Tapi bagaimana caranya untuk menjadi konsisten? Maka, mulailah memberi goal atau standar untuk diri kita sendiri. Hal-hal kecil seperti menulis 500 kata setiap hari lalu tingkatkan sedikit demi sedikit. Lakukan tiap hari dan jadikanlah sebagai hal yang wajib untuk kita lakukan sehari-hari. Bagai jantung yang berdetak setiap saat agar manusia tetap hidup, penulis juga wajib menulis setiap hari agar karyanya tetap berjalan dan dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.

  1. Mengatasi Write’s Block

Salah satu penyakit yang paling sering dialami oleh seorang penulis, yaitu selain kurang konsisten adalah soal “writer’s block”. Keadaan “writer’s blok” adalah saat dimana seorang penulis kehabisan ide dan tidak bisa lagi melanjutkan tulisan. Hal itu umum dialami oleh para penulis dan semua penulis pasti pernah merasakannya hal itu. Namun, ada beberapa cara untuk mengatasi “writer’s block” itu, yakni cobalah membaca buku untuk menambah ide dan inspirasi, atau cobalah menulis hal-hal lain secara bebas agar otak kita dapat merasa sedikit kebebasan, hal lain juga dapat dilakukan seperti beristirahat dan melakukan hal yang kita senangi. Walau begitu, beberapa penulis memiliki cara mereka sendiri-sendiri dalam konteks untuk mengatasi “writer’s block” itu, sehingga jangan hanya terpaku dalam beberapa hal seperti contoh diatas. Kenalilah diri kita dan tipe penulis seperti apa diri kita, dengan begitu maka kita akan lebih mudah untuk menemukan cara mengatasi masalah-masalah yang akan timbul saat kita sedang menulis.

  1. Jangan Takut Menerima Kritik Dan Saran

Jika kita memiliki keraguan dengan karya kita, maka cobalah tanya kepada beberapa teman atau orang-orang disekitar kita untuk membaca karya kita, lalu mintalah saran serta kritik agar kita dapat mengetahui apa kekurangan dan kelebihan pada karya kita. Mintalah pada orang yang kita percaya yang tidak akan menjatuhkan kita, karena kata-kata yang mereka keluarkan bisa saja menjadi motivasi dan dorongan, bukan menjadi tusukan yang menyakiti kita hingga kitq tidak dapat melanjutkan tulisan kita.

  1. Edit Dan Revisi

Setiap selesai menulis, jangan pernah lupa untuk melakukan pengeditan dan revisi. Saat fokus kita hanya terpaku pada penulisan, biasanya bagian-bagian yang salah seperti salah ketik atau bahkan kata yang tidak nyambung akan tertulis begitu saja, sehingga setiap selesai menulis biasakan untuk terus dilanjutkan membaca, dan selanjutnya dilakukan proses pengeditan serta revisi secara detail, agar karya kita bisa rapih dan dapat diterima oleh penerbit.

  1. Carilah Penerbit Terpercaya

Saat naskah atau karya kita telah selesai, mulailah cari penerbit yang dapat kita percayai untuk menerbitian karya kita. Tentukan juga kita ingin menerbitkannya dengan penerbit mayor, alias jangan asal memilih penerbit. Sesuaikan juga dengan budget yang kita miliki serta baca ketentuan-ketentuan yang dimiliki oleh setiap penerbit yang kita inginkan.

V. Sehat Mental Dengan Menulis

Menulis ialah suatu tindakan aktivitas untuk membuat suatu catatan tentang sesuatu hal dan juga untuk menggoreskan sekumpulan pengalaman tentang perasaan atau peristiwa. Menulis dapat kita kaitkan dengan aksara, terkait dengan pencatatan dan dokumentasi akan sumber informasi. Namun, dalam konteks sejarahnya, bahwa awal adanya soal tulis menulis, memang ketika di zaman Mesir Kuno, menulis masih dilakukan dengan menggunakan gambar atau yang disebut dengan hieroglif, bahkan huruf-hurufnya mewakili kata-kata atau benda. Sedangkan di Sumeria (Irak) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat, yang dianggap mewakili bunyi-bunyian tertentu. Namun, mundur sekitar 5000 tahun yang lalu, tulisan dengan Aksara mulai diperkenalkan.

Sementara kegiatan menulis biasanya melibatkan penggunaan material atau sarana untuk mengekspresikan tulisan, dan umumnya menggunakan media kertas, alat tulis, seperti pensil dan pena. Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi, akhirnya tulisan dapat diterbitkan menjadi suatu karya tulis dengan adanya percetakan, membuat penyebaran karya tulis dan kegiatan menulis semakin berkembang dan menyebarkan informasi. Contohnya untuk mendapatkan informasi penulisan saja, saat ini kita dengan mudahnya untuk mendapatkan dari sumber referensi yang ingin kita ketahui, yakni dengan hanya mencarinya dari literatur secara daring, maka informasi yang kita dibutuhkan itu akan dengan mudah kita dapatkan.

Bahkan, aktivitas dalam kegiatan komunikasi juga bisa kita lakukan melalui tulisan, baik dalam bentuk untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain maupun berkomunikasi dengan diri sendiri. Sebagai sarana menulis untuk berkomunikasi dengan orang lain misalnya, jelas dengan menuliskan pesan melalui surat, melalui pesan singkat ataupun melalui tulisan-tulisan guna untuk mengedukasi dan menginsfirasi orang lain. Misalnya, melalui artikel, jurnal, buku, majalah, tabloid dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud berkomunikasi dengan diri sendiri, ternyata menulis juga dapat menjadi sarana ekspresi dan terapi untuk diri sendiri. Hal itu sesuai dengan manfaat menulis, yaitu diantaranya ; Dapat memenuhi keuntungan materi, bermanfaat untuk kesehatan terutama kesehatan mental, memberikan inspirasi, menulis juga sebagai sarana untuk pencatatan informasi dan sejarah. Berdasarkan manfaat menulis sebagaimana telah dikemukakan diatas, dan salah satunya adalah terkait dengan manfaat dalam kesehatan mental, karena menulis juga bisa menjadi sarana untuk menuliskan suasana hati, terapi jiwa dan juga untuk melepaskan emosi kita. Menulis juga bisa menjadi jembatan informasi pengalaman kehidupan yang bisa kita ambil hikmahnya, pengingat pembelajaran hidup ataupun bisa juga menjadi pembelajaran kehidupan buat orang lain. Menurut Dr. James W Pennebaker (seorang Psikolog dan ahli bahasa dari Amerika), dan sekaligus yang memelopori terapi kejiwaan dengan menulis. Melalui karyanya yang berjudul “Opening Up : The Healing Power of Expressing Emotion“. Dr. James W Penebaker mengaskan, jika sedang mengalami permasalahan, maka mulailah menulis sedikit demi sedikit, kata demi kata, hal itu untuk mengurangi penyakit depresi yang menekan jiwa. Maka tulis saja apa saja yang bisa kita tulis.

Bahkan, bisa menulis tentang hal-hal yang negatif, hal itu juga akan memberikan pelepasan emosi yang dapat membangkitkan perasaan puas dan lega. Dari sisi kesehatan jiwa, bagi orang yang dapat menuliskan pikiran dan perasaan terdalamnya, yaitu mengenai pengalaman traumatisnya dan lain sebagainya. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Dr. James W Penebaker, menunjukkan akan terjadi peningkatan kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang yang hanya menuliskan masalah-masalah yang remeh-temeh saja. Jika kita cermati, banyak dari perjalanan kisah yang dituangkan dalam buku hariannya yang akhirnya dibukukan dan banyak orang yang bisa memetik hikmah darinya. Misalnya, buku mengenai perjalanan kesuksesan seorang yang tadinya mungkin hanya berasal corat-coret kisah di buku hariannya.

Namun, dengan membiasakan menulis, seperti menuliskan berbagai pengalaman hidup di buku “diary “atau “Self Journaling”, serta dengan memanfaatkan fasilitas teknologi dan keberadaan media sosial (termasuk yang dilakukan oleh penulis saat ini) terutama untuk berbagi cerita, pengalaman, yang bisa penulis dituangkan dalam bentuk artikel di media sosial, dan termasuk salah satu artikel yang sedang anda baca saat ini.

Bahkan ketika di zaman Covid 2019 yang lalu, banyak berbagai komunitas menulis yang lahir saat itu, yaitu untuk mengumpulkan dan meningkatkan kebiasaan literasi dengan cara menulis. Saat itu banyak yang melakukan terapi menulis untuk membangun “self loved” dan sebagai sarana untuk meningkatkan harga diri dan pengakuan kemampuan diri melalui komunitas menulis. Komunitas itu bukan untuk sekumpulan para profesional dibidang menulis, justru sebaliknya, adalah sekumpulan orang-orang yang memiliki permasalahan yang hampir serupa, berbagi cerita dalam bentuk tulisan, yang tidak jarang bisa diterbitkan menjadi sebuah karya buku yang dipasarkan kepada khalayak terbatas pada saat itu.

Dr. James W Pennebaker mengatakan, bahwa menulis memberikan banyak kegunaan yang bermanfaat, karena dengan menulis, kita dapat menjernihkan pikiran, mengatasi trauma, membantu mendapatkan informasi, sebagai sarana pemecahan masalah. Bahkan, saat ini sudah banyak beredar sarana menulis untuk “Healing” untuk membuka diri dan sebagai pelampiasan perasaan diri dari masalah yang tersimpan untuk mendapatkan “insight” tersendiri melalui tulisan bebas yang saat ini banyak tersebar melalui komunitas-komunitas menulis Antologi, yang berisikan pengalaman-pengalaman dari kisah nyata penulis dengan cerita bebas, yang akhirnya memaksa penulis untuk dapat menuliskan ceritanya. Sedangkan “Life writing” adalah kegiatan menulis untuk terapi. Tujuannya, untuk melepaskan tekanan dan sekaligus untuk menyenangkan hati serta mencerahkan jiwa yang berada dalam kegelapan. Dalam hal ini aturan teori menulis tidak terlalu ditekankan. Begitu juga bentuk tulisannya bisa fiksi atau nonfiksi, bahkan gabungan keduanya juga tidak masalah. Lebih dari itu menurut Dr. James W Pennebaker, ia menekankan, “Yang penting menulislah dengan jujur dan terbuka tentang perasaan terdalam kita. Jika itu belum mampu, rekam dengan “tape recorder” atau “camera video”. Kemudian, putar dan tulis sedikit demi sedikit. Jangan khawatir tentang tata bahasa atau ejaan, atau berharap mendapatkan sesuatu dengan benar.

Bahkan, ada sebuah kisah tentang John Mulligan yang berdarah Skotlandia, yaitu seorang veteran perang Vietnam yang mengalami trauma fisik dan psikis sangat berat sekembalinya dari Vietnam, ia melakukan “life-writing as therapeutic” begitu cemerlang. Karena, ia yidak hanya mampu mengatasi depresinya, akan tetapi ia juga mampu menulis novel laris, bernilai sastra tinggi. Sementara Novelnya berjudul “Shopping Cart Soldier” dan novel tersebut terbit di tahun 1997. Novel itu bersumber dari kisah nyata perang Vietnam yang membuatnya jadi pembunuh tanpa rasa, tanpa jiwa. Tidak hanya membunuh ribuan manusia, tapi juga kerbau-kerbau, yang keduanya tak berdosa. Novel itu menceritakan tentang pengalaman mengerikan seorang tentara selama bertugas di garis depan medan perang Vietnam. Setelah ia menjadi veteran, akhirnya berubah menjadi sosok pria depresi berat. Ia jadi pencandu alkohol dan homeless selama 10 tahun hidup menggelandang di jalan-jalan di San Fransisco (AS). Tapi akhirnya, ia menemukan kedamaian dalam dirinya, yakni setelah mengikuti “life-writing as therapeutic workshop” yang dimentori oleh Maxine Hong Kingston, pengarang dan ahli bahasa ternama di AS. “Kegiatan menulis benar-benar mampu membuatnya kembali ceria, bersiul-siul, karena proses menulis membuat pikirannya bisa menjadi jernih dan menyalakan semangat jalan hidupnya.” Kisah tersebut menggambarkan bahwa dengan menulis, kita dapat menjaga dan memulihkan kesehatan mental kita, serta memberikan penghargaan kepada diri kita sendiri, yakni ketika kita mampu menjadikan karya atas tulisan yang kita buat itu.

Ia minimal, dengan tulisan-tulisan yang kita buat itu bisa membuat diri kita untuk bisa mengingat lagi akan peristiwa yang pernah terjadi, mungkin ketika kita merasakan peristiwa itu terasa sangat menyakitkan, namun ketika waktu berlalu bisa jadi tulisan-tulisan itu malah bisa membuat kita tertawa akan pengalaman kita di masa lalu itu, ataupun menjadi pengingat “betapa kuatnya kita ketika menghadapi kondisi yang nyaris akan menghancurkan dan sekaligus menenggelamkan alur jalan cerita kehidupan kita”.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *