
Oleh : Dede Sudiarto
(Bid. Pendidikan ICMI BANTEN)
Ketimpangan kualitas pendidikan menengah di Provinsi Banten masih menjadi persoalan serius yang memerlukan perhatian dan penanganan strategis dari pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan dan Gubernur. Meskipun secara agregat angka harapan lama sekolah di Banten telah mencapai 13,02 tahun, data terbaru menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antarwilayah. Di wilayah maju seperti Kota Tangerang Selatan, angka harapan lama sekolah mencapai 14,66 tahun, sementara di daerah tertinggal seperti Kabupaten Lebak hanya 11,98 tahun. Rata-rata lama sekolah di Lebak pun baru menyentuh 6,41 tahun—jauh di bawah standar nasional.
Kesenjangan tersebut semakin terlihat dalam angka partisipasi sekolah (APS) pada jenjang pendidikan menengah atas yang hanya mencapai 23,72 persen, menjadikan Banten sebagai salah satu provinsi dengan partisipasi pendidikan menengah terendah di Indonesia. Dari 32.675 lulusan SMP, lebih dari 12 ribu anak tercatat tidak melanjutkan ke jenjang SMA/SMK. Ini merupakan bukti nyata bahwa masih banyak siswa yang mengalami hambatan dalam mengakses pendidikan menengah akibat keterbatasan fasilitas, kemiskinan, dan distribusi sekolah yang belum merata di seluruh kabupaten/kota.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten sejatinya telah merespon situasi ini melalui program pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk pembangunan ruang kelas baru, laboratorium, unit sekolah baru (USB), serta pelatihan peningkatan kompetensi guru. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa hingga 2023 masih terdapat lebih dari 4.800 ruang kelas SMA/SMK yang mengalami kerusakan ringan hingga sedang. Selain itu, lebih dari 130 sekolah belum memiliki perpustakaan sebagai sumber pembelajaran penting. Hal ini menjadi tantangan berat bagi pemerataan kualitas pendidikan.
Peran Gubernur sebagai pengambil kebijakan strategis juga sangat krusial dalam merumuskan arah pembangunan pendidikan di Banten. Pj. Gubernur Al Muktabar menegaskan komitmennya untuk memperbaiki kualitas pendidikan demi menyongsong Bonus Demografi 2045. Sementara itu, Gubernur terpilih Andra Soni menggagas program “Banten Cerdas” dan janji pendidikan gratis untuk menghapus hambatan biaya bagi siswa menengah. Namun, berbagai pihak mengkritik kurangnya regulasi khusus seperti Peraturan Daerah (Perda) yang dapat menjamin keberlangsungan dan keadilan program tersebut.
Secara akademis, ketimpangan pendidikan ini dapat dijelaskan melalui tiga aspek utama: akses terhadap pendidikan, kualitas sarana-prasarana, dan kompetensi tenaga pengajar. Pendekatan jangka panjang perlu dilakukan melalui redistribusi daya tampung antara sekolah negeri dan swasta, digitalisasi pembelajaran, serta penguatan anggaran non-BOS untuk mendukung sekolah-sekolah di wilayah tertinggal. Kolaborasi lintas sektor, keterlibatan legislatif, dan transparansi anggaran menjadi fondasi penting untuk menciptakan sistem pendidikan menengah yang inklusif, merata, dan berkualitas di seluruh wilayah Banten.