Oleh : Adung Abdul Haris
I. Prolog
Emile Durkheim adalah salah seorang pendiri sosiologi modern yang memperkenalkan konsep “fakta sosial”, yaitu cara bertindak, berpikir, dan merasakan yang bersifat eksternal (berada di luar individu), dan memiliki kekuatan memaksa. Fakta sosial ini umum dalam masyarakat, mandiri dari individu, serta ada sebelum dan sesudah individu ada, seperti hukum, norma, nilai, dan bahasa. Sedangkan konsep fakta sosial menurut Emile Durkheim diantaranya : (1). Eksternalitas. Fakta sosial muncul dan berada di luar kesadaran dan kehendak individu. Individu tidak menciptakannya sendiri, melainkan lahir dan dibentuk oleh masyarakat. (2). Koersif atau memaksa. Fakta sosial memiliki kekuatan yang mengikat dan memaksa individu untuk patuh. Jika individu melanggar, ia akan menghadapi sanksi sosial. (3). Generalitas. Fakta sosial bersifat umum dan universal, yakni berlaku untuk semua anggota masyarakat atau kelompok tertentu, bukan hanya individu secara personal. (4). Kemandirian. Fakta sosial tidak bergantung pada kesadaran individual, namun ia eksis secara independen dan akan tetap ada meskipun individu sudah tidak ada lagi.
Sedangkan jenis fakta sosial menurut Emile Durkheim terbagi menjadi dua jenis : (1). Fakta sosial material, yaitu bentuk fakta sosial yang dapat diamati secara fisik, seperti institusi (lembaga), hukum, dan organisasi. (2). Fakta sosial non-material, yaitu fakta sosial yang tidak memiliki bentuk fisik, melainkan berupa konsep, seperti nilai, norma, agama, moralitas, dan bahasa yang membentuk pola perilaku. Contoh fakta sosial yang bersifat non-fisik seperti bahasa. Setiap individu tidak menciptakan bahasa, tetapi menggunakan bahasa yang sudah ada dalam masyarakat, yang merupakan. Sedangkan contoh kedua fakta sosial yang bersifat material seperti hukum, yaitu suatu aturan dan undang-undang yang dibuat oleh masyarakat adalah fakta sosial material yang memaksa individu untuk mematuhinya. Kemudian fakta sosial berbentuk fisik lainnya seperti sistem ekonomi, yaitu suatu cara masyarakat untuk mengatur dan mendistribusikan sumber daya ekonomi, yang bisa mempengaruhi tindakan ekonomi individu dan masyarakat.
II. Riwayat Hidup Emile Durkhem
Emile Durkheim, dikenal luas sebagai bapak sosiologi modern, terlepas dari berbagai kritik yang dialamatkan pada pemikirannya, namun Emile Durkheim tetap harus dihargai karena kegigihannya untuk melepaskan sosiologi dari pengaruh filsafat dan psikologi, serta mendorongnya menjadi ilmu yang mandiri. Emile Durkheim lahir di Epinal, Prancis, 15 April tahun 1858, dari keluarga Yahudi yang taat. Dia tergolong orang yang cukup pintar, karena kepandaiannya itu dibuktikan setelah ia mampu masuk di Ecole Normale de Superieure, sebuah sekolah tinggi terkemuka di Prancis yang terkenal mencetak para ilmuwan besar di Prancis. Di sana Emile Durkheim bertemu dengan para pemikir besar diberbagai disiplin ilmu, seperti Pierre Janet, Jean Jaures, dan Henry Bergson.
Bahkan dimasanya, Emile Durkheim, hidup dalam lingkungan dimana ilmu-ilmu sosial belum mendapat kedudukan yang pantas. Saat itu, filsafat, psikologi dan biologi masih sangat dominan dan menjadi primadona. Sosiologi di masa itu masih berada dalam bayang-bayang filsafat positf Auguste Comte dan Herbert Spencer. Sementara Emile Durkheim berusaha untuk melepaskan sosiologi dari pengaruh filsafat dan meletakkannya dalam dunia empiris.
Menurut Emile Durkheim, sosiologi sudah tak bisa lagi dipahami dalam keadaan mental murni, seperti yang diperagakan oleh Augues Comte dan Spencer yang menempatkan dunia ide sebagai pokok persoalan. Oleh karena itu, Emile Durkheim kemudian membangun sebuah konsep dalam sosiologi yang disebutnya “Fakta Sosial” (social facts). Fakta sosial harus menjadi pokok persoalan bagi sosiologi, dia harus diteliti dengan riset empiris. Itulah yang kemudian membedakan sosiologi sebagai kegiatan empiris, yang berbeda dengan filsafat sebagai kegiatan mental.
Sementara karya besar dari Emile Durkheim seperti “Le Suicide (1987)” dan “The Rule of Sociological Method (1985)”, yaitu karya yang berusaha meletakkan sosiologi di atas dunia empiris. Kemudian “Le Suicide” adalah karya Emile Durkheim yang didasarkan atas hasil penelitian empiris terhadap pengaruh agama dan gejala bunuh diri. Sedangkan “The Rule Of Sociological Method”, yaitu berisi konsep dasar tentang metode penelitian empiris dalam sosiologi. Sementara dalam khazanah soiologi, pemikiran Emile Durkheim sering dikategorikan dalam paradigma “fakta sosial”, sementara fakta sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu, dia lebih bersifat makro dan memberi penekanan pada aspek tatanan masyarakat secara luas. Emile Durkheim sendiri membagi fakta sosial itu menjadi dua tipe, yakni fakta sosial material dan non material. Fakta sosial material lebih tertuju pada kajian seputar masalah hukum dan birokrasi, sementara fakta sosial non-material adalah kebudayaan dan pranata sosial.
Perhatian Emile Durkheim pada fakta sosial, membuatnya sering dikritik karena tidak memberi penekanan pada aspek individu sebagai aktor sosial, hal itu memang kontras jika dibandingkan dengan sosiologi yang dikembangkan oleh Maxs Weber dalam paradigma ‘definisi sosial’ yang penekanannya pada ‘tindakan penuh makna’ oleh individu. Namun, jika kita sibuk membandingkan keduanya, maka kita tak akan memperoleh pemahaman yang lebih utuh terhadap pemikiran para punggawa sosiologi itu, karena pemikiran seorang tokoh tidak bisa dilepaskan dari konteks historis dan intelektual sang tokoh itu sendiri. Max Weber mungkin ia berhasil menghantam asumsi dasar fakta sosial, namun kita tidak boleh lupa bahwa Emile Durkheim, ia juga sangat berjasa untuk mendirikan sosiologi sebagai Ilmu yang mandiri.
Untuk nengurai benang merah pemikiran dari Emile Durkhen, akhirnya salah seorang penulis dan sekalugus peresensi buku, yaitu Hanneman Samuel, ia menulis buku tentang “Dimensi Pemikiran Emile Durkhem”. Dan Hanneman Samuel mengingatkan kita bahwa pemikiran seorang tokoh (termasuk sang tokoh sosiolog Emile Durkhem) harus dipahami secara utuh, yakni lengkap dengan konteks bagaimana dia membangun pemikirannya. Usaha penulisan buku yang dilakukan oleh Hanneman Samuel itu, tentunya patut dihargai, karena sosiologi tidak boleh tercerabut dari akar “founding father-nya”, salah satunya Emile Durkheim.
Dalam buku karyanya (berjudul “Memahami Dimensi Pemikiean Durkhen”) Hanneman Samuel, ia telah berusaha untuk menghadirkan pada pembaca tentang sosok Emile Durkheim secara utuh, yakni mulai konteks sosial dan intelektual, buah pemikirannnya, serta bahasan menarik seputar jasa-jasa Emile Durkheim terhadap pembanguanan sosiolog. Dari itu kita seolah-olah diberi petunjuk, bahwa Emile Durkheim patut kita hargai sebagai bapak sosiologi dengan pemikiran yang tak kalah brilian, dengan para punggawa besar sosiologi seperti B.F. Skinner, Max Weber, dan Karl Marx.
Meskipun buku karya Hannem Samuel itu cukup tipis, yakni setebal 120 halaman, namun kedalamannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena, penulisnya mampu menampilkan Emile Durkheim sebagai tokoh penting yang tidak boleh dilupakan dalam khazanah sosiologi. Ia adalah guru besar ilmu sosial pertama di Prancis, analisa emirisnya pada gejala pembagian kerja, agama dan pergeseran solidaritas, serta bunuh diri sebagai fakta sosial, hal itu makin meneguhkan bahwa sosiologi sebagai ilmu yang mampu bersaing dengan ilmu-ilmu lain yang sudah mapan saat itu. Bagi para dosen atau mahasiswa yang berminat mendalami sosiologi dari pemikiran tokohnya, maka buku berjudul “Emile Durkheim, Riwayat, Pemikiran dan Warisan Bapak Sosiologi Modern”, karya Hanneman Samuel itu , layak dijadikan rujukan yang akan mengantarkan pembaca pada sosok Emile Durkheim dan sumbangsihnya atas sosiologi.
Di samping itu, buku itu juga cukup memudahkan pembaca, karena ukurannya yang kecil dan ringan sangat mudah untuk dibawa, sehingga pembaca tak perlu repot menaruh dan membacanya sewaktu-waktu. Namun buku itu juga tak lepas dari beberapa kekurangan, isinya masih terlalu dangkal untuk menarik benang merah atas pemikiran Emile Durkheim, terhadap kajian sosiologi yang berkembang semakin kompleks dewasa ini. Kekurangan itu, mungkin bisa cukup ditutupi oleh pembahasan penulisnya yang cukup komprehensif atas beberapa karya monumental Emile Durkheim, hal itu bisa menggiring para pembaca untuk mempertimbangkan kembali analisa tentang historisitas realitas sosial, dan perhatian pada analisis makro struktur fungsional yang layak menjadi perhatian penting bagi para sosiolog. Akhirnya, buku itu memang layak untuk dibaca sebagai titik tolak pemahaman kita atas sosiologi secara lebih komprehensif. Oleh karena itu, dengan mengenali Emile Durkheim berarti kita akan berusaha untuk menemukan kembali urgensi pemikiran bapak sosiologi dunua itu dalam jajaran para tokoh sosiologi lainnya.
III. Pengertian Fakta Sosial Dan Contohnya Dalam Kehidupan
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa sang dosiolog dunia, yaitu Emile Durkhem, ia mencetuskan teori tentang “Fakta Sosial”. Sedangkan fakta sosial merupakan konsep penting dalam ilmu sosiologi. Konsep terkait fakta sosial dikemukakan oleh sosiolog asal Prancis, Emile Drukheim. Teori fakta sosial tersebut menurut Emile Durkheim, pada akhirnya banyak dirujuk oleh para peneliti dan sosiolog modern berikutnta, yakni untuk mengidentifikasi sejumlah fenomena sosial. Sedangkan fakta sosial sendiri merujuk pada fenomena yang dapat mengendalikan kehidupan individu karena disepakati banyak orang. Fakta sosial dibedakan dalam dua jenis, yaitu fakta sosial material dan fakta sosial non-material. Berikut ini penjelasan fakta sosial menurut Emile Durkhem, ciri-ciri, sekaligus contohnya.
A. Teori Fakta Sosial Menurut Emile Durkheim
Teori fakta sosial Emile Durkheim, dijabarkan di dalam buku berjudul “The Rules of Sociological (1964)”. Melalui karya tersebut, Emile Durkheim menjelaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari fakta sosial. Menurut Durkheim fakta sosial adalah pola-pola atau sistem yang memengaruhi manusia dari caranya bertindak, berpikir, dan merasa. Fakta sosial ini bersifat memaksa dan mampu mengendalikan suatu individu karena diterima, diakui, dan disepakati oleh banyak orang.
Paradigma fakta sosial dilihat lebih sebagai sebuah fenomena dan bukan ide atau gagasan. Oleh karena itu, fakta sosial tidak bisa dipelajari lewat introspeksi atau kegiatan mental murni lainnya. Fakta sosial bisa diidentifikasi melalui proses penelitian dan penyelidikan sosiologi. Sebagai gambaran seseorang siswa harus bersikap hormat kepada guru, mengenakan seragam, dan datang tepat waktu. Jika hal-hal tersebut tidak ia lakukan, maka ia mungkin akan mendapat hukuman atau bahkan mendapatkan masalah dari kelompok sosialnya.
Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa fakta sosial dibedakan menjadi dua jenis, yaitu fakta sosial material dan non-material. Sementara menurut Yesmil Anwar dan Adang dalam bukunya berjydul “Pengantar Sosiologi Hukum (2008)”, bahwa fakta sosial material adalah fenomena yang bisa disimak ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial material, yaitu berkaitan dengan norma dan hukum tertulis yang dilembagakan suatu masyarakat. Sementara itu, fakta sosial non-material, ia adalah fenomena yang dianggap nyata, bisa dirasakan, dan bisa dialami namun tidak bisa dilihat langsung. Karena, fenomena non-material berkaitan dengan etika tak tertulis yang bersifat “intersubjektif”.
B. Ciri-Ciri Fakta Sosial
Emile Durkheim menyebutkan dua ciri-ciri utama dari teori fakta sosial diantaranya :
- Kekuasaan Koersif.
Fakta sosial memiliki kekuatan yang dapat memaksa individu untuk patuh. Jika seseorang tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh masyarakat, mereka akan menghadapi tekanan atau sanksi sosial. Contohnya, seseorang yang melanggar norma atau hukum akan dianggap sebagai penyimpang atau bahkan dianggap kriminal. - Kemandirian.
Fakta sosial bersifat mandiri, artinya eksistensinya tidak bergantung pada kehendak atau kesadaran individu. Fakta sosial ini sudah ada sebelum seseorang lahir dan akan tetap ada setelah mereka meninggal. Fakta-fakta tersebut tidak mudah berubah karena terbentuk dari interaksi sosial yang berlangsung dalam jangka waktu lama, seperti bahasa, agama, atau adat istiadat. Selain dua ciri utama di atas, Emile Durkheim juga menambahkan beberapa ciri tambahan fakta sosial, yaitu: - Keteraturan.
Fakta sosial mengikuti pola atau aturan tertentu yang dapat diamati dan diukur secara ilmiah. Fenomena ini dapat dianalisis menggunakan metode kuantitatif maupun kualitatif, seperti statistik, sejarah, atau perbandingan. - Eksternalitas.
Fakta sosial berada di luar kesadaran pribadi setiap individu. Ia tidak dapat dipahami secara langsung oleh individu, melainkan hanya bisa dimengerti melalui konsep-konsep sosiologi yang lebih abstrak dan menyeluruh. - Generalitas.
Fakta sosial bersifat universal bagi semua anggota masyarakat atau kelompok tertentu, tanpa memperhatikan status, gender, usia, atau perbedaan individu lainnya. Fakta tersebut merepresentasikan kesepakatan bersama yang disetujui oleh masyarakat luas.
C. Contoh Fakta Sosial Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Contoh fakta sosial bisa digambarkan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan jenisnya. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan di dalam “Helpful Professor”. Berikut ini beberapa contoh fakta sosial menurut Emile Durkheim berdasarkan jenisnya:
- Contoh Fakta Dosial Material
Sistem Hukum
Sistem hukum adalah bentuk fakta sosial yang dilembagakan. Meskipun sistem hukum dibuat dan ditegakkan oleh individu, namun mampu mengendalikan dan mewakili seluruh masyarakat.
a. Agama.
Agama juga merupakan bentuk fakta sosial yang dilembagakan. Meskipun aturan agama dibuat individu, namun mereka bisa mengendalikan individu lainnya dan diakui oleh seluruh penganutnya.
b. Peraturan Negara.
Peraturan negara merupakan fakta sosial yang dibuat oleh negara untuk mengendalikan seluruh warga negara untuk menjalankan fungsi sosial tertentu.
c. Mata Uang.
Mata uang merupakan fakta sosial yang ditentukan suatu negara dan diakui seluruh masyarakat sebagai alat transaksi yang sah di negara tersebut.
d. Arsitektur.
Arsitektur juga merupakan bentuk fakta sosial material yang bisa dilihat secara objektif. Arsitektur menggambarkan pola bangunan yang banyak digunakan oleh suatu masyarakat dalam periode tertentu.
D. Contoh Fakta Sosial Non-Material
- Moralitas.
Moralitas adalah sesuatu yang mengendalikan suatu individu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Meskipun tidak tertulis, moralitas diakui oleh masyarakat tertentu dan berbeda cirinya dengan masyarakat lain. - Liberalisme.
Liberalisme adalah contoh fakta sosial non-material berupa ideologi. Liberalisme dapat mengendalikan suatu negara dalam menentukan nilai-nilai yang dijunjung masyarakat dan konstitusi mereka, yaitu kebebasan individu. - Konservatisme.
Konservatisme adalah contoh fakta sosial berupa pandangan politik dan filosofi. Konservatisme mengendalikan penganutnya untuk tetap mempertahankan tradisi, nilai-nilai klasik, dan institusi-institusi yang ada. - Kebudayaan
Kebudayaan merupakan serangkaian cara hidup, norma, nilai-nilai, kepercayaan, dan teknoligi yang mengendalikan suatu kelompok masyarakat. - Norma.
Norma juga merupakan contoh fakta sosial tak tertulis. Norma memuat standar perilaku yang diharapkan bisa diterapkan oleh semua individu sehingga masyarakat bisa berfungsi dengan baik.


