Oleh : Adung Abdul Haris

I. Pendahuluan

Telah lama diketahui dibidang medis, bahwa menulis dapat berperan penting dalam kontek dunia kesehatan yang positif (terutama dibidang kesehatan mental intelektual). Bahkan, menurut banyak sumber dan sekaligus para ahli medis (psikologis), kreativitas menulis dapat mengurangi stres, membantu orang mengatasi trauma, dan bahkan berkorelasi dengan lebih sedikit pengalaman gejala fisiologis yang merugikan (“Writing about emotion”). Menulis juga dapat membantu meredakan kecemasan dan meningkatkan suasana hati. Bahkan, para peneliti mereka menganjurkan metode ‘menulis ekspresif’ atau membuat jurnal yang dapat membantu setiap orang untul mengatasi pikiran yang rumit dan dengan demikian akhirnya dapat memperoleh sedikit kelegaan.

Lebih dari itu, menulis juga merupakan alat yang sangat berharga untuk melatih kemampuan kognitif kita. Lembaga-lemba penelitian yang beragam telah menunjukkan bagwa adanya hubungan antara menulis dan kapasitas mental dalam domain seperti memori, berpikir kritis, kreativitas, keterampilan verbal, dan kesehatan mental intelektual secara keseluruhan. Oleh karena itu, di sub judul di bawah ini, penulis akan mencoba menjelasankan tentang bagaimana menulis itu dapat dimanfaatkan sebagai alat berpikir kreatif dan kritis.

Lebih dari itu, menulis juga dapat membantu untuk meningkatkan daya ingat, yaitu dengan menciptakan hubungan yang lebih dalam dengan materi pelajaran di tingkat neurologis. Lebih khusus lagi, penelitian telah menunjukkan bahwa menulis dengan tangan berkorelasi lebih kuat dengan peningkatan daya ingat daripada menulis dengan perangkat elektronik atau mekanistik. Dalam sebuah penelitian oleh “Mangen” dan “Verlay” pada tahun 2014 misalnya, telah ditunjukkan bahwa aktivitas sensori-motorik menulis dengan tangan menyampaikan umpan balik ke otak yang akhirnya membantu untul mengingat informasi. Demikian pula, “Mueller” dan “Oppenheimer”, ia mengamati bahwa mencatat dengan tangan tidak hanya meningkatkan ingatan informasi, tetapi juga pembelajaran konseptual (yaitu, memahami ide di balik fakta). Oleh karena itu, mungkin sangat bermanfaat untuk memasukkan tulisan tangan ke dalam tugas-tugas menulis para siswa di sekolah guna untuk meningkatkan daya ingat.

II. Menulis Dan Berpikir Kritis

Menulis pada hakekatnya adalah memfasilitasi keterlibatan alam pikiran dalam konteks pendalaman materi pelajaran, yakni di luar sekadar penyimpanan dan pengambilan data. Sementara berpikir kritis memerlukan analisis, refleksi, evaluasi, kreativitas, dan penalaran yang lebih cermat dan lebih dalam. Bahkan, dalam sebuah penelitian yang coba membandingkan kelompok eksperimen yang diberi perlakuan tertulis pada tes dengan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan tertulis, ternyata indikasi keterampilan berpikir kritis itu diukur lebih tinggi pada kelompok pertama daripada kelompok kedua. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka seyogyanya kalangan para pendidik (guru/dosen) dapat memasukkan tugas menulis para siswa/mahasiswanya yang lebih kritis ke dalam program pengajaran dan pembelajaran.

A. Menulis Dan Kreativitas

Kreativitas merupakan konsep yang sangat menantang untuk dipahami dari segala sisi. Meskipun demikian, penelitian menunjukkan bahwa menulis memiliki pengaruh yang terukur terhadap kreativitas dalam beberapa hal. Lotze dkk, ia membandingkan pemindaian otak dan kinerja pada indeks kreatif antara penulis “ahli” dan “non-ahli”. Temuan menunjukkan bahwa aktivitas dan kinerja otak yang berbeda antara kedua kelompok. Khususnya, mereka yang berada dalam kelompok ahli secara rutin memperoleh skor lebih tinggi pada indeks kreatif dibandingkan mereka yang berada dalam kelompok “non-ahli”. Masih menjadi pertanyaan, apakah para ahli menjadi kreatif melalui tulisan atau apakah mereka menulis karena mereka kreatif? Tetapi temuan itu menunjukkan adanya hubungan antara tulisan dan kreativitas. Kita mungkin juga menduga bahwa semakin banyak aktivitas kreatif yang kita lakukan, maka semakin kreatif pula internal diri kita.

B. Keterampilan Menulis Dan Verbal

Menulis secara tidak langsung, pada akhirnya memperluas kapasitas leksikal kita. Ketika kita ditantang untuk mengekspresikan ide dengan lebih jelas atau kreatif misalnya, maka kita akan melampaui batasan jargon kebiasaan kita dan mengeksplorasi cara-cara baru dalam berkomunikasi. Temuan yang menarik dalam penelitian yang disebutkan di atas, yakni oleh Lotze dkk, adalah bahwa penulis kreatif memperoleh skor tinggi pada indeks kreativitas verbal. Artinya, hasil karya kreatif mereka menampilkan penggunaan bahasa yang lebih kuat. Sementara penelitian lain (menurut Wolsey), ia mendukung gagasan bahwa ketika pelajar dipaksa untuk mengeksplorasi dan sekaligus menyajikan topik yang lebih kompleks misalnya, maka kosakata dan cara berekspresi mereka akan semakin meningkat, yakni seiring dengan bertambahnya pengetahuan mereka. Wawasan tersebut menunjukkan bahwa ada baiknya untuk mempromosikan eksplorasi dan banyak membaca selama proses penulisan.

III. Menulis Untuk Belajar Dan Berpikir

Menulis adalah salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang berpendidikan. Sedangkan upaya untuk mewujudkannya memang harus dimulai dari pendidikan dasar atau semenjak dini. Namun perlu digaris bawahi, bahwa definisi menulis yang dimaksud di sini adalah untuk menuangkan ide, opini, cerita, serta gagasan, dalam untaian-untaian kalimat dan paragraf. Bukan sekadar membuat simbol-simbol abjad dan huruf tak bermakna. Menurut Henry Guntur Tarigan, menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif untuk berkomunikasi, baik secara langsung maupun tak langsung.
Sedangkan menurut Don Byrne dalam “Teaching Writing Skills”, bahwa keterampilan menulis karangan atau mengarang ialah keterampilan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulisan melalui kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas, sehingga dapat dikomunikasikan dengan baik kepada para pembaca. Namun hingga saat ini, memang belum banyak riset yang secara spesifik untuk mengukur kemampuan menulis anak-anak Indonesia. Bahkan, PISA memang pernah melakukan pengukuran terhadap kemampuan literasi di berabgai negara, termasuk Indonesia, namun tidak secara spesifik mengukur kemampuan menulis. Yang diukur oleh PISA adalah kemampuan membaca, kemampuan matematika, dan sains. Meski belum banyak penelitian yang mengukur kemampuan menulis anak Indonesia, namun masih rendahnya keterampilan menulis anak Indonesia dapat terlihat dari minimnya jumlah penulis-penulis cilik di Indonesia. Sebagian besar buku-buku yang terbit di Indonesia, memang ditulis oleh orang-orang dewasa.

Rendahnya kemampuan menulis pada para siswa tak hanya dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan di sejumlah negara maju, hal serupa pun terjadi, yakni di Australia. Berdasarkan laporan dari NAPLAN review yang ditugasi oleh Kementerian Pendidikan New South Wales, Queensland, Victoria, dan Australia, masih banyak anak muda yang duduk di tahun 9 (setara kelas 3 SMP di Indonesia), yang memang belum mampu menulis secara baik dan benar. Dan jumlahnya yang belum mampu menulis di atas standar minimum semakin besar di daerah-daerah remote alias daerah terpencil. Bahkan, hasil studi NAPLAN itu juga telah menunjukkan bahwa kemampuan menulis tidak dikembangkan sejak 2011. Bayangkan, itu yang terjadi di Australia, dan apalagi mungkin di Indonesia. Namun sejatinya, bahwa kemampuan menulis adalah kemampuan yang sangat penting untuk meraih keberhasilan di masa depan. Bahkan, pada tahun 2019, UNESCO telah mengidentifikasikan kemampuan menulis sebagai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk komunikasi, pembelajaran masa depan, partisipasi penuh dalam ekonomi, serta kehidupan politik dan sosial dan berbagai aspek lainnya dalam keseharian. Fakta lain yang juga muncul berdasarkan studi tersebut, sistem pendidikan saat ini lebih banyak memprioritaskan aktivitas membaca dalam kegiatan belajar serta memberi sedikit perhatian pada pembelajaran menulis.

Suyono dalam artikelnya berjudul “Belajar Menulis dan Menulis Untuk Belajar”, belajar menulis dan menulis untuk belajar adalah konsep penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Menurutnya, belajar menulis merujuk pada proses bagaimana seseorang memunculkan ide, menjabarkan, lalu menuangkan ide yang telah dijabarkan itu menjadi paparan teks hasil menulis. Sedangkan menulis untuk belajar, merujuk pada kegiatan menulis yang dimanfaatkan untuk mendalami sesuatu hal yang sedang dipelajari.

Menurut Suyono, menulis untuk belajar ialah kegiatan menulis yang dilakukan untuk lebih memahami, menguasai, memikirkan atau memecahkan suatu masalah. Tulisan yang dihasilkan, merupakan produk pemahaman penulis mengenai hal atau masalah yang sedang dipelajari. Artinya, mereka yang menulis, pasti melalui tahapan berpikir sebelum menuangkannya ke dalam tulisan.

Nah, proses berpikir inilah yang penting, sampai-sampai, disebutkan bahwa menulis adalah proses berpikir yang paling sempurna. Dengan menulis, maka siswa akan tertantang untuk berpikir dan mengaitkan pengetahuan lama mereka dengan pengetahuan baru.

IV. Lima Tahapan Menulis yang Perlu Diperhatikan

Kegiatan menulis merupakan suatu kegiatan di mana seseorang dapat menuangkan ide atau gagasannya, yaitu dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampaian. Meski demikian, kegiatan menulis tidak serta-merta terjadi tanpa adanya suatu proses atau tahapan menulis. Artinya kemampuan menulis tidak muncul secara alamiah. Kegiatan menulis juga dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Oleh sebab itu, diperlukan keterampilan menulis untuk dapat mengekspresikan sebuah ide atau gagasan untuk dapat menghasilkan sebuah karya tulisan (karya ilmiah yang bagus).

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan menulis merupakan suatu kegiatan yang diperoleh atau dilakukan dengan melakukan proses atau tahapan menulis yang sistematis sehingga tulisan dapat dipahami atau dimengerti oleh orang lain atau pembaca. Selain diperlukan proses atau tahapan menulis, kegiatan menulis juga membutuhkan kemampuan menulis yang dibagi ke dalam beberapa kemampuan, di antaranya kemampuan berbahasa yang bersifat produktif, kemampuan mengolah kata, kemampuan menuangkan ide atau gagasan menjadi rangkaian yang sistematis. Sebagai suatu kegiatan atau proses berpikir, saat menulis seseorang dituntut memiliki penalaran yang baik, agar menghasilkan tulisan yang baik pula. Bernalar dalam menulis merupakan dasar dalam kegiatan menulis. Sehingga seorang penulis memang biasanya memiliki kemampuan nalar yang baik dan juga sistematis untuk menghasilkan tulisan.

Kegiatan menulis juga dikatakan sebagai proses atau tahapan menulis yang dilakukan dari hasil proses berpikir. Saat menulis, sang penulis, ia akan menggabungkan kemampuan mengemukakan pendapat, menggunakan nalar, dan juga mengarang dengan melakukan tahapan menulis yang baik agar tercipta kreativitas dalam menulis. Menulis juga disebut sebagai kegiatan transformatif yang memerlukan kompetensi mengelola cipta, mengelola rasa, mengelola karsa, dan memiliki kompetensi untuk menyampaikan gagasan ke dalam bahasa tulis. Menulis juga disebut sebagai kegiatan berkomunikasi karena penulis akan menyampaikan maksud komunikasi secara tertulis pada pembaca. Oleh karena itu, penulis perlu mempertimbangkan konteks tulisan yang mencakup tentang apa, kapan, siapa, untuk apa, bentuk tulisannya seperti apa, media penyajian apa yang dipilih dan lain sebagainya, yakni dengan melihat latar belakang pembaca agar menghasilkan tulisan yang komunikatif. Kegiatan menulis yang dilakukan melalui proses dan tahapan menulis juga tebtunya memiliki tujuan. Berikut ini merupakan berbagai tujuan menulis sebagai proses menuangkan ide atau gagasan.
A. Kegiatan menulis dilakukan sebagai upaya seorang penulis untuk memberikan informasi atau menyebarkan informasi melalui tulisannya melalui berbagai media, baik media digital maupun media cetak. Tulisan tersebut memuat mengenai informasi, kejadian, atau suatu peristiwa.

B. Kegiatan menulis yang dilakukan berdasarkan tahapan menulis dilakukan untuk memberi keyakinan pada pembaca bahwa melalui tulisan, seorang penulis dapat mempengaruhi keyakinan pembacanya. Pembaca yang lalu tergerak hatinya saat membaca tulisan penulis, artinya tulisan dapat disampaikan dengan baik oleh penulis.

C. Kegiatan menulis melalui proses atau tahapan menulis ini dijadikan sebagai sarana pendidikan dan belajar menulis. Tujuannya adalah sebagai proses belajar menulis bagi penulisnya dan proses pendidikan karena mengandung informasi yang disampaikan oleh sang penulis dan dinikmati atau dibaca oleh pembaca. Sementara untuk memulai atau melakukan sebuah proses menulis, maka diperlukan tahapan menulis. Tahapan menulis wajib dilakukan dan dikerjakan dengan mengerahkan segala keterampilan menulis, seni, kiat, dan kemampuan lainnya yang dilakukan secara sistematis dan efektif. Sehingga, kegiatan menulis tersebut berlangsung secara efektif dan juga menghasilkan hasil yang baik.

Proses atau tahapan menulis itu juga merupakan suatu pendekatan dalam proses menulis karena menekankan bukan hanya mengenai proses menulis yang linear, melainkan rekursif atau berluang. Dengan demikian, kegiatan menulis akan melalui proses atau tahapan menulis yang sistematis tetapi sifatnya tidak kaku. Sifat fleksibel dalam tahapan menulis ini dimaksudkan agar penulis mampu mengembangkan pandangan atau idenya ke dalam ungkapan tulisan apa pun, sehingga penulis tidak keberatan melakukan proses atau tahapan menulis dan akan menghasilkan tulisan yang berkualitas serta dapat diterima oleh pembaca.

Sebuah sistem kreatif di dalam kegiatan menulis ini diterapkan dalam tahapan-tahapan menulis yang tersusun secara sistematis. Kegiatan menulis ini dilakukan berdasarkan lima tahapan menulis, di antaranya : (1). Tahap pratulis, (2). Tahap pembuatan, (3). Tahap revisi, (4). Tahap penyuntingan, dan (5). Tahap publikasi.

V. Lima Tahapan Menulis

Berikut ini akan dijelaskan mengenai bagaimana proses atau tahapan menulis yang dibagi menjadi lima tahapan, yakni sebagaimana telah disebutkan di atas.

  1. Tahap Pratulis.
    Tahapan menulis pratulis atau tahap menulis pramenulis ini merupakan tahap siap menulis. Tahapan menulis atau penemuan menulis ini diyakini bahwa 20 persen atau lebih waktu akan tersita pada tahapan ini. Pada tahapan pratulis ini, penulis juga akan melalui tahapan menulis lainnya meliputi, (1). Memilih topik, (2). Memilikirkan tujuan, bentuk, dan audiens, (3). Memanfaatkan dan mengorganisasikan gagasan-gagasan. Pada tahapan menulis pratulis ini, sang penulis akan berusaha mengungkapkan apa yang akan kita tulis. Sehingga dalam hal ini, berbagai strategi pratulis akan dilakukan dan kemudian diimplementasikan dalam bentuk tulisan untuk membantu penulis dapat menyampaikan ide atau gagasannya ke dalam sebuah tulisan. Tahap pratulis ini dimulai mulai dari mengumpulkan gagasan atau informasi serta sang penulis juga akan mulai mencoba membuat kerangka atau garis besar tulisan yang akan ditulis. Pada tahapan menulis ini, diperlukan juga meramu pendapat atau gagasan (brainstorming), dilanjutkan dengan membuat klaster atau “clustering”, atau menyusun daftar ide atau yang disebut “listing”. Setelah itu, akan lahir tema dan topik tulisan sesuai dengan minat dan keinginan dari penulis. Cara menemukan tema atau topik tulisan ini umumnya terjadi karena adanya proses atau tahapan menulis awal yakni meramu pendapat atau “brainstorming” yang mana penulis akan memperluas wawasan dan pengetahuannya mengenai topik yang akan ia bahas. Setelah melakukan “brainstorming” dan mendapatkan tema serta topik tulisan, penulis bisa mulai mencari dan menentukan arah dan tujuan tulisannya. Tahapan menulis ini dapat dilakukan melalui kegiatan membaca agar dapat menelaah beberapa bentuk tulisan sebelumnya.

Selain itu, tahapan melakukan kegiatan membaca ini juga sangat bermanfaat untuk memilih topik dengan melakukan observasi. Penulis juga bisa mulai membaca buku dan sastra atau buku lain yang relevan dengan topik tulisannya untuk menambah materi atau rujukan penulisan. Setelah itu, penulis membuat kerangka tulisan yang berisi mengenai tulisan bagaimana ide atau suatu gagasan yang akan ditulis disusun berdasarkan poin-poin tertentu. Membuat kerangka tulisan, hal itu sebagai upaya agar penulis memiliki pegangan saat nanti sudah mulai menulis tulisan secara utuh. Kerangka pada tahapan menulis juga disusun sebagai pedoman penulis agar tidak menulis melebihi batasan yang sudah ia tentukan di dalam kerangka karangan tersebut. Di tahapan menulis kerangka tulisan, sang penulis juga harus sudah memiliki serta mengumpulkan unsur intrinsik yang lengkap dan sistematis.

  1. Tahap Pembuatan.
    Tahapan menulis yang kedua adalah tahap pembuatan. Pada tahap ini tulisan penulis sudah mulai bisa mengembangkan kerangka tulisan menjadi draf tulisan yang disusun secara kasar. Pada proses ini, penulis akan mulai lebih mengutamakan isi tulisan daripada tata tulisnya, sehingga semua pikiran, gagasan, dan perasaan mampu tertuang ke dalam tulisan.

Selama tahapan menulis ini, penulis harus mampu menyaring tulisan melalui sejumlah konsep menulis. Selama memulai proses ini, penulis mulai fokus pada konsep tulisan, fokus pada pengumpulan gagasan dalam menulis. Sehingga penting bagi penulis untuk dapat mulai meningkatkan rasa kepercayaan dirinya dalam menulis. Penulis tidak perlu takut merasa salah saat melakukan tahapan menulis yakni tahap pembuatan ini. Tak perlu khawatir atau terlalu fokus pada kesalahan, baik kesalahan ejaan, kesalahan menyusun kalimat, atau kesalahan teknikal atau mekanikal lainnya yang akan menurunkan kepercayaan diri penulis.

Pada tahap menulis yakni tahap pembuatan atau menyusun draf ini, penulis akan melakukan beberapa tahap, meliputi: (1). Menulis draf kasar, (2). Menulis konsep utama, dan (3). Menekankan pada pengembangan isi tulisan.
Saat mulai melakukan tahap pembuatan, proses disini sudah meminta penulis untuk dapat mengorganisasikan ide yang sudah mereka kumpulkan melalui kegiatan “brainstorming” dalam bentuk draf kasar kemudian mulai menyusunnya ke dalam kalimat demi kalimat. Di tahap ini, penulis mulai belajar bercerita dan cerita tersebut dituangkan secara kasar ke dalam tulisan sembari menuangkan berbagai ide dan konsep cerita yang sudah disusun pada kerangka. Selanjutnya, penulis bisa mengembangkan ide dan menyusun konsep tulisannya secara sistematis sehingga diperlukan rasa percaya diri yang tinggi. Meski tidak mudah dalam melakukan proses ini, tetapi dengan melakukan langkah demi langkah dengan sistematis, penulis akan dimudahkan untuk dapat membuat tulisan menjadi lebih berkualitas dan juga lebih sempurna. Penulis yang percaya diri saat menulis juga akan memiliki keterampilan yang lebih baik karena tidak takut melangkah.

  1. Tahap Revisi.
    Tahapan menulis yakni tahap revisi atau tahap perbaikan ini merupakan tahap dimana penulis dapat memperbaiki tulisannya. Mulai dari menambah data atau mengurangi data, kalimat, atau aspek tulisan lain yang memang harus diperbaiki, kemudian menambah atau mengurangi informasi pada tulisan, mempertajam perumusan tulisan, mengubah urutan penulisan, dan lain sebagainya.

Di tahap ini, penulis juga perlu melakukan tahap yakni menyempurnakan draf atau tulisan yang telah dibuat, dengan tujuan agar tetap fokus pada tujuan tulisan. Selama tahap revisi atau perbaikan, penulis bisa menyaring berbagai ide dalam tulisannya. Di tahap ini, penulis biasanya sudah selesai menyelesaikan proses dan ia akan melengkapi drafnya menjadi lebih lengkap. Meski diartikan sebagai tahapan perbaikan, revisi ini bukan hanya merupakan melakukan tahap penyempurnaan tulisan, tetapi juga mempertemukan kebutuhan pembaca pada tulisan, sehingga informasi atau gagasan yang ada di dalam tulisan benar-benar harus disusun dengan lengkap dan informatif. Penulis bisa mulai menambah, mengganti, menghilangkan, atau menyusun kembali struktur tulisan bilamana memang hasil akhir tulisannya kurang sesuai dengan tujuan tulisan pada awalnya. Penulis juga dapat melihat kembali tulisannya dan membandingkan dengan tulisan lain yang relevan. Sama halnya seperti tahapan menulis yang lain, tahap revisi ini dilakukan berdasarkan beberapa tahap, meliputi: (1). Membaca ulang tulisan atau draf kasar, (2). Menyempurnakan draf kasar ke dalam tulisan jadi atau tulisan yang matang, dan (3). Memperbaiki bagian yang mendapat umpan balik atau dirasa perlu diperbaiki.

Di tahapan menulis ini, penulis juga bisa menambahkan berbagai aspek, misalnya ilustrasi gambar dan lain sebagainya untuk memperjelas isi tulisan dan agar pembaca lebih memahami maksud dan tujuan disampaikannya sebuah komunikasi melalui tulisan.

  1. Tahap Penyuntingan.
    Berbeda dengan tahapan menulis yakni tahap revisi, tahap penyuntingan ini dilakukan oleh penulis dengan maksud membaca lagi keseluruhan isi draf atau tulisan yang sudah utuh atau sudah selesai. Dalam tahapan menulis draf kasar, sudah dijelaskan bila diperlukan berbagai perbaikan dan juga penyempurnaan yang dilakukan melalui tahap revisi.

Selanjutnya di tahap penyuntingan, masih bisa melakukan perbaikan dengan cara meneliti kembali kesalahan penulisan, kelemahan draf tulisan dengan memerhatikan ketepatan gagasan utama, pemilihan kalimat demi kalimat, tujuan penulisan, dan juga apakah tulisan yang dibuat sudah sesuai dengan kriteria penerbitan.

Dalam tahapan menulis yakni penyuntingan ini, penulis juga harus memiliki keterampilan berupa penguasaan tata bahasa, ejaan, dan hal-hal yang terkait kebahasaan. Hal itu agar terus dilakukan agar penulis mampu memahami kekurangan dan kesalahan yang terdapat pada tulisannya, sebelum akhirnya sampai pada penerbit. Pada tahap penyuntingan ini, penulis melakukan beberapa tahap, meliputi: (1). Mengambil jarak dari tulisan, (1). Mengoreksi tulisan dengan menandai bagian yang terjadi atau ada kesalahan, dan (3). Mengoreksi kesalahan dengan menyisipkan pembetulannya. Di tahap ini, penulis dituntut untuk kreatif dan memiliki keterampilan mekanikal, khususnya keterampilan penyuntingan.

Ketika sudah masuk tahapan menulis penyuntingan, maka penulis perlu lebih menyempurnakan tulisannya melalui kegiatan membaca. Karena dengan memperluas atau menambah bahan bacaan, maka penulis lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan yang ditemukan pada proses penyuntingan. Dalam artian, tahapan menulis yakni tahap penyuntingan ini merupakan tahap penyempurnaan tulisan pada bentuk akhir. Penulis juga bisa memulai untuk fokus untuk menyempurnakan tulisan mereka dengan memerhatikan jika ada kesalahan baik pada tahapan menulis secara teknikal maupun mekanikal, yang bersifat ejaan, tata bahasa, dan lain-lain.

  1. Tahap Publikasi.
    Tahapan menulis yang terakhir adalah tahap publikasi. Tahapan menulis yakni publikasi ini merupakan proses terakhir dalam tahapan menulis. Dalam tahap ini, penulis biasanya sudah mulai berani untuk mengirim tulisannya ke penerbit atau ke perusahaan yang mempublikasikan tulisan, baik majalah, koran harian, bulitin. Jurnal, penerbit, dan lain sebagainya.

Sebelum masuk pada tahap terakhir ini, penulis biasanya akan lebih banyak menerima komentar dan masukan sebelum akhirnya membuatnya mendapatkan banyak pengetahuan dan wawasan mengenai kelebihan dan kekurangan tulisan yang ia hasilkan. Pada tahap publikasi ini, biasanya penulis akan memulai dengan mempublikasikan tulisannya ke komunitas terdekatnya atau orang-orang terdekatanya terlebih dahulu. Dengan melakukan “sharing” tersebut, maka penulis memiliki lebih banyak penguatan dan masukan terhadap hasil tulisannya. Barulah ia akan mencari media publikasi yang sesuai, misalnya melalui penerbit, majalah, media massa, dan lain sebagainya.

Berbeda dengan berbagai tahapan yang ada di dalam tahapan menulis sebelumnya, pada tahap publikasi ini, ada tiga tahap atau tiga prosedur yang harus dilakukan penulis, meliputi: (1). Penulis harus mengingat kembali berbagai proses dan pendekatan yang ia gunakan dalam proses menulis lengkap dengan tahapan-tahapan yang dilaluinya. (2). Penulis harus kembali menyesuaikan tulisan yang sudah ia buat apakah sesuai dengan tujuan tulisan yang sudah ia tetapkan saat melakukan tahap membuat kerangka karangan, dan (3). Penulis harus mengetahui prosedur untuk menyampaikan tulisannya kepada penerbit tulisan.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *