
Oleh : Adung Abdul Haris
I. Pendahuluan
Menteri Agama Prof. Dr. Nasaruddin Umar di UIN Jambi, ia menegaskan bahwa Universitas Islam Negeri (UIN) memiliki keunggulan epistemologis yang tidak dimiliki perguruan tinggi umum. Hal itu disampaikan Menag dalam orasi ilmiah pada acara Wisuda Periode I Tahun Akademik 2024/2025 UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. “Keunggulan yang dimiliki UIN, yang belum tentu dimiliki oleh perguruan tinggi lain, adalah pada sumber ilmu pengetahuannya. Kalau perguruan tinggi umum hanya bersandar pada satu sumber, yaitu deduksi akal, maka UIN memiliki berbagai sumber ilmu. Selain deduksi akal, kita juga mengenal intuisi, ta’lim, ilham, dan bahkan wahyu,” ujar Menag Nasaruddin Umar, UIN Jambi, Minggu (29/6/2025).
Lebih dari Menag menegaskan, intuisi dalam tradisi keilmuan Islam bukan sekadar perasaan, melainkan bentuk pengetahuan ilahiah. Dari intuisi itu lahir ta’lim, yaitu ilmu pemberian dari Allah, yang tingkat validitasnya bisa mencapai 80 persen. Sementara itu, ilham, sebagai tingkat yang lebih tinggi dari ta’lim, bisa mencapai kebenaran hingga 90 persen. “Ilham itu disebut ilmu laduni. Dan yang paling tinggi adalah wahyu, yang hanya dimiliki para nabi. Warisan ilmu dari para nabi inilah yang kita pelajari dan kita warisi di lingkungan UIN, yang menjadikan institusi ini lebih kaya secara epistemologis,” jelasnya.
Menag juga menyampaikan pentingnya mimpi sebagai salah satu sumber pengetahuan yang sah dalam Islam. Ia mencontohkan mimpi Nabi Ibrahim dan Nabi Yusuf sebagai dasar legitimasi pembelajaran dari dimensi ruhani, yang menurutnya kerap diabaikan oleh pendekatan keilmuan modern. “Jangan memandang enteng mimpi. Kalau kita mengingkari mimpi, gugurlah hukum Idul Adha. Kita menyembelih kambing pada hari raya, dasarnya adalah mimpi Nabi Ibrahim. Dan itu bukan mimpi biasa, tapi mimpi yang berisi pesan langsung dari Allah,” urainya.
Lebih dari itu, Menag juga mengulas betapa pentingnya kemampuan membaca sinyal-sinyal spiritual sebagai bagian dari proses pembelajaran. Ia menyebut bahwa sarjana dari perguruan tinggi Islam idealnya mampu menangkap inspirasi dari perenungan, bahkan dari hal-hal yang tak kasatmata. “Kalau seseorang rajin melakukan kontemplasi malam hari, ia bisa mendapatkan inspirasi cerdas dari langit. Inilah yang disebut divine knowledge. Itulah yang kita kenal sebagai wakiyat, semacam early warning yang diterima seseorang karena kedekatannya dengan dimensi langit,” terangnya. Menag menegaskan bahwa mahasiswa dan sarjana perguruan tinggi Islam harus memperluas cakrawala belajar, tak hanya dari guru yang hidup, tapi juga dari guru yang telah wafat maupun dari pengalaman spiritual yang bersifat impersonal. “Alangkah miskinnya seorang sarjana kalau gurunya hanya orang. Kita harus mampu belajar kepada impersonal teacher. Bahkan dalam tradisi Islam, para ulama belajar kepada guru-guru yang sudah wafat lewat kitab-kitabnya,” pungkasnya. (Kemenag RI, Minggu 29 Juni 2025).
Apa yang telah diungkapkan Menag diatas, menurut pandangan penulis, merupakan pemicu dan pemacu khususnya bagi sarjana muslim, para pemikir Islam dan para saintifis Islam untuk terus merefleksi diri dan sekaligus sambil mendiskusikan kembali secara intensif, yakni soal Otologis, Epistimologis, dan bahkan Aksiologi keilmuan di dunia Islam itu sendiri. Bahkan, saat ini masyarakat dunia akhirnya terkejut dengan apa yang terjadi di negara Republik Islam Iran, tetutama dalam penguasaan dibidang sains dan teknologi modern yang spektakuler, yang dikuasai oleh negara Republik Islam Iran itu, terutama kita semua terperangah, yakni ketika menyaksikan akselerasinya di laga tempur melawan Israel, yakni dengan terus berseliwerannya produk-produk persenjataan perang yang amat canggih yang ternyata hingga saat ini telah dikuasai oleh negara Iran.
II. Iran, Sains Dan Masa Depan Peradaban Islam
Meskipun di bawah tekanan rival politiknya, Amerika dan Israel, Iran kini justru semakin progresif dalam mengembangkan program persenjataanya. Sejak April 2006, Presiden Iran saat itu Ahamdinejed mengumumkan bahwa Iran sudah berhasil melakukan pengayaan dibidang teknologi canggihnya, hal itu sebagai upaya untuk melahirkan kedigjayaan negara Republik Islam Iran. Pada saat kunjungannya ke pusat-pusat riset teknologi negaranya, yakni pada 2012, Ahamdinejad mengumumkan bahwa Iran telah mengalami kemajuan pembangunan teknologi persenjataannya (Kompas, 19/2/2012). Hal itu, menandakan bahwa Iran tetap bersikukuh dengan pembangunan tenologi mu’takhirnya demi untuk mengantisipatif berbagai ancaman dan intimidasi yang datang dari luar, dan tidak akan membuat Iran surut, dan malah saat ini masyarakat dunia terperangan oleh Iran (ketika melawan Israel) dan kini masuk terus melanjutkan proyek persenjataann yang mitakhirnya.
Memang tidak ringan resiko yang ditanggung oleh Iran dalam pengembangan teknologi persenjataannya saat ini. Di samping ancaman blokade dari negara-negara lain yang kontra, para ilmuwan Iran konon katanya juga menjadi sasaran pembunuhan. Satu per satu para ilmuwan Iran mati terbunuh, dan bahkan sengaja dibunuh oleh musuh-musuh Iran. Sebut saja seperti Masoud Ali Mahmudi (tewas pada 12/1/2010), Manouchehr Shahryari (tewas pada 29/11/2010), Majid Shariyari (tewas pada Januari 2011) dan yang terakhir adalah Musthafa Ahmadi Roshan, pakar nuklir, yang tewas karena ledakan bom pada 12 Januari 2012 lalu. Iran kemudian menuduh Israel sebagai pihak yang berada di balik aksi pembantain para ilmuwannya itu (Kompas, 19/2/2012).
A. Science is Power
Sebuah hal logis jika Iran begitu semangat untuk mendesain pengembangan sains dan teknologi canggihnya. Alasannya jelas, Iran hendak menegaskan diri menjadi negeri yang benar-benar merdeka, kuat dan berdaulat. Iran tidak mau menjadi negeri yang terus-menerus didekte dan diperbudak oleh negara-negara maju. Iran hendak meneguhkan dirinya sebagai negeri yang berdaulat dan bermartabat di hadapan negeri-negeri superpower yang kerapkali menunjukkan arogansi, dominasi dan keangkuhannya di hadapan negara-negara dunia ketiga. Faktor utama untuk bisa menjadi negeri yang kuat dan berdaulat itu adalah sains. Sains adalah kekuatan yang menjadi prasyarat (conditio sine quanon) bagi sebuah bangsa untuk bangkit menjadi besar, mandiri dan berdaulat. Sebuah bangsa tidak mungkin tumbuh besar dan mempunyai kedaulatan yang riil tanpa kekuatan sains. Sejarah sudah membuktikan, apa yang disebut dengan negara-negara maju (developed countries), negara adidaya atau negara-negara dunia pertama yang sekarang menguasai dunia tiada lain adalah negara-negara yang telah menguasai sains. Sebaliknya negara-negara terbelakang (underdeveloped countries), yaitu negara-negara yang menjadi obyek bulan bulanan atau negara-negara dunia ketiga adalah negara-negara yang umumnya tidak menguasai sains. Melihat fakta itu saja tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa sains adalah kekuatan utama untuk menguasai dunia.
Dari sains itulah lahir aneka macam produk teknologi yang sangat dibutuhkan oleh umat manusia, yakni untuk mengatasi berbagai macam problematika kehidupannya. Negara yang tidak menguasai sains sudah bisa dipastikan akan bergantung pada negara-negara maju, khususnya dalam hal teknologi. Hal itu yang kemudian membuat negara-negara maju terutama negara superpower semakin arogan dan sewenang-wenang terhadap negara-negara berkembang. Negara-negara maju, terutama yang ada di Barat, umumnya adalah negara-negara yang kekayaan alamnya miskin. Tetapi mengapa mereka justru tampil sebagai kekuatan dunia? Tiada lain karena penguasaannya terhadap sains sangat matang. Sebaliknya, negeri-negeri berkembang yang sumber alamnya rata-rata sungguh luar biasa kaya, justru banyak yang menjadi kekuatan subordinat dari negara-negara maju. Faktorya jelas, negera-negara berkemban masih terbelakang di bidang sains.
Jauh sebelumnya filosof era renaissance, Francis Bacon, sudah memberi warning : knowledge si power (pengetahuan adalah kekuatan). Pengetahuan di sini, seperti diinterpretasikan oleh F. Budi Hardiman, adalah pengetahuan indrawi yang bersifat praksis-fungsional. Dengan pengetahuan indrawi yang mengandung nilai praksis-fungsional itu, maka manusia bisa mengubah dan memajukan kehidupannya. Tentu saja pengetahuan indrawi yang dimaksud adalah sains. Karena sains dalam terminologi modern adalah sistem pengetahuan empiris dan positivistik. Tesis Bacon tersebut sekarang benar-benar dibuktikan oleh bangsa-bangsa pewaris tradisi renaissance dan pencerahan di Barat. Mereka tumbuh pesat menjadi bangsa besar dan kuat berkat penguasaannya terhadap sains.
Melalui sains pula bangsa-bangsa itu bebas menjajah (fi zaman era kolonial) dan mendominasi bangsa-bangsa lain yang basis penguasaan sainsnya lemah. Ini pula yang melahirkan sejarah kolonialisme dan imperialisme modern, sehingga sains dan teknologi, terlepas dari segala nilai positifnya, juga telah disalahgunakan (abused) untuk melancarkan proyek kolonialisme dan imperialisme. Dari kolonialisme dan imperialisme itu muncul berbagai perang besar dan tragedi pembantaian dalam sejatah umat manusia, termasuk Perang Dunia I dan II.
Padahal sebelum meletusnya Perang Dunia I (1914-1918), masyarakat dunia saat itu begitu optimis menatap masa depan seiring dengan mulai berkembangnya sains dan teknologi.
Berkat renaissance dan pencerahan, masyarakat dunia saat itu, kata Will Fowler sebagaimana ia jelaskan di dalam bukunya berjudul “Modern Weapon and Warfare” (2000:186), ia sangat percaya bahwa perkembangan sains dan teknologi akan membuat kehidupan dunia lebih aman, lebih sehat dan lebih mudah. Perkembangan sains dan teknologi itu pula yang turut memicu lahirnya Revolusi Industri di Inggris pada abad 18 M, yang melahirkan perubahan besr di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan dan transprotasi. Namun impian dan harapan masyarakat dunia terhadap sains dan teknologi tersebut tidak sepenuhnya terbukti, sebab, sains dan teknologi ternyata disalahgunakan untuk perang dan proyek penjajahan.
Akibatnya, kehancuran dalam skala besar akibat penyalahgunaan sains dan teknologi, kata Fowler, benar-benar menjadi kenyataan. Negara-negara yang penguasaannya sains dan teknologinya masih sangat lemah, harus siap ditaklukkan, diperbudak dan dikesploitasi habis-habisan oleh negara-negara kuat yang ditopang oleh sains dan teknologi. Terlepas dari sejarah kelam penjajahan itu tetap tidak bisa dipungkiri bahwa sains dan tenologi adalah kekuatan utama bagi sebuah bangsa untuk bisa berdaulat, mandiri dan lepas dari eksploitasi negara-negara maju. Hingga detik ini apa yang disebut sebagai negara besar, kuat dan digdaya yang kekuasaannya menjangkau hampir seluruh sudut dunia adalah negara-negara yang menguasai sains dan teknologi. Kemajuan dan kekuatan sebuah negara dengan demikian tidak ditentukan oleh sumber daya alamnya yang melimpah, melainkan oleh sumber daya manusianya yang melek sains dan teknologi.
Sejarah perkembangan sains berikut implikasinya yang sangat luas itulah yang disadari oleh Iran lewat proyek pembuatan senjata canggihnya. Iran menyadari sepenuhnya tentang pentingnya sains demi membangun kedaulatannya. Dan itu memang terbukti. Semenjak Iran menjadi negeri yang melek sains dan teknologi, ia tampil sebagai bangsa yang paling sulit dikendalikan oleh negeri-negeri manapun, termasuk Amerika Serikat dan Israel. Bahkan keberadaannya kini semakin diperhitungkan oleh dunia. Ini tentu berbeda dengan kondisi Iran waktu dulu ketika masih buta sains dan teknologi. Di masa Reza Pahlevi misalnya, Iran telah menjadi ajang bulan-bulanan negeri-negeri besar karena berbagai macam teknologi harus impor dari luar negeri. Kondisi semacam itu pula yang membuat nasionalisasi minyak di Iran menjadi sia-sia. Pada 1951 perdana menteri Iran kala itu, Muhammad Mossadeq berhasil melakukan nasionalisasi minyak Iran. Dengan kebijakan itu, Mossadeq berhasil mengambil alih pengelolaan minyak Iran yang sebelumnya telah dikuasai Inggris dan AS.
Namun Mossadeq dihadapkan pada masalah besar yakni kurangnya tenaga-tenaga profesinal di bidang sains dan teknologi di Iran. Kelangkaan para teknisi itu membuat Iran kelabakan untuk mengelola minyaknya, sebab negara-negara maju yang marah oleh kebijakan nasionalisasi tersebut, dan akhirnya mereka tidak bersedia memberikan bantuan para teknisinya kepada Iran. Akibatnya, meskipun sudah dinasionalisasi, saat itu Iran masih tetap tidak mampu mengoptimalkan pengelolaan minyaknya. Hal itu jelas berbeda dengan sekarang. Melalui sains dan teknologi yang telah dikuasainya, Iran semakin mampu mengelola sendiri potensi-potensi negerinya, khususnya minyak dan persenjataan canggih.
C. Masa Depan Islam
Iran adalah salah satu negeri yang penduduknya mayoritas muslim. Ini jelas kemajuan tersendiri. Karena, ketika negeri-negeri muslim atau negeri yang penduduknya mayoritas muslim lainnya dilanda keterbalakangan, korupsi dan kebodohan dan lain sebagainya, sehingga menjadi obyek bulan-bulanan negeri-negeri maju. Iran, sebagai salah satu negeri yang mayoritas penduduknya muslim, justru ia terus menggeliat menjadi bangsa yang menampilkan kemajuan dan semakin sulit diintervensi oleh siapapun berkat penguasaannya yang luar biasa terhadap sains dan teknologi. Lompatan besar sainstifik Iran itu, kata Husein Heriyanto dalam bukunya berjudul, “Revolusi Sainstifik Iran”, tergolong unik mengingat adanya tiga faktor :
(1). Akselerasi perkembangan sains dan teknologi Iran melesat dengan begitu cepatnya sehingga oleh dunia, Iran dijuluki sebagai negara yang perkembangan sains-nya paling cepat. (2). Lompatan besar Iran dibidang sains dan teknologi justru dicapai oleh Iran ketika dirinya berada di bawah tekanan, deraan dan embargo ekonomi, perdagangan bahkan ancaman militer dari negara super power, Amerika Serikat dan Israel. (3). Lompatan besar revolusi sainstifik Iran itu terjadi justru berbasis pada nilai-nilai Islam secara utuh, dimana sebuah negara yang pemerintahan, hukum, sosial dan budayanya berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Capaian revolusi sainstifik Iran yang sangat membanggakan itu semakin berkembang pesat sehingga Iran kini menjadi negara Muslim di dunia yang diperhitungkan masyarakat dunia. Dalam laporannya pada 2010, sebuah perusahaan analisis data di Kanada, “Science-Matrix” misalnya, telah menempatkan Iran di rangking teratas dalam hal pertumbuhan sainstifik dengan produktifitas ilmiah 11 kali lebih cepat dari rata-rata pertumbuhan sains dunia pada 2009. Total hasil penelitian ilmiah per tahun yang dicapai Iran konon katanya sudah bisa melampaui negara-negara lain seperti Swedia, Swiss, Israel, Belgia, Denmark, Finlandia, Austria dan Norwegia.
Sementara publikasi Iran di bidang sains pun meningkat tajam. Salah satu ilmuwan Iran, Eric Archambault misalnya, ia menyatakan bahwa publikasi Iran sangat melimpah dalam bidang sains dan teknologi nuklir, fisika partikel, dan kimia anorganik dengan kecepatan 250 kali dari pertumbuhan rata-rata dunia. Karena pertumbuhan pesatnya dibidang sains dan teknologi itulah, sebuah komunitas ilmiah terkenal dunia, “Royal Society Inggris” dalam laporannya pada pada tahun 2011 menyatakan bahwa Iran, China, Brazil, Turki dan India telah menjadi rival berat bagi negara-negara adidaya di bidang sains selama ini, yaitu Amerika Serikat, Eropa Barat dan Jepang. “Royal Society” dalam penelitiannya pada pada 1993 hingga 2008 juga mengungkapkan bahwa Iran ternyata salaj sati negara yang paling cepat pertumbuhannya di bidang sains dan teknologi.
Melihat perkembangan Iran yang begitu pesatnya dalam penguasaan sains dan teknologi, seorang Profesor dari Universitas “Oxford” sekaligus penasehat “Royal Soiety”, Sir Chris Liewellyn Smith, menyatakan bahwa dunia ilmiah sedang mengalami perubahan signifikan sehingga mucullah para pemain baru, karenanya sejumlah negara berkembang kini menjadi tantangan bagi negara-negara yang selama ini sangat digdaya dalam bidang sains. Iran sebagai negara berkembang yang telah begitu cepat menguasai sains, dan ia muncul sebagai pesaing berat bagi negara-negara maju, khususnya Amerika, yang telah lama mendominasi perkembangan sains.
Dari sinilah mantan Presiden Iran (Ahmadinejad), ketika ia masih menjadi Presiden Iranb(di tahun 2006), ia pernah menyatakan bahwa kemajuan pesat Iran dalam sains dan teknologi itulah yang melatarbelakangi negara-negara Barat dan Amerika memusuhi Iran dengan cara menerapkan blokade ekonomi, perdagangan, politik dan finansial bahkan dengan memberikan ancaman militer. Sikap arogan dan irrasional negara-negara Barat, terutama (AS), terhadap Iran, merupakan wujud kegusaran dan kekhawatiran mereka terhadap negeri para Mullah itu yang kini mampu mematahkan dominasi dan monopoli negara-negara besar tersebut di bidang sains dan teknologi. Atas dasar itu pula bisa dipahami bahwa negara-negara adidaya seperti AS tidak akan takut dengan kemajuan militer dan politik sebuah negara. Sebaliknya negara-negara adidaya itu akan dilanda ketakutan dan kepanikan jika ada sebuah negara berhasil menguasai sains dan teknologi secara matang. Sebuah negara boleh saja mempunyai angkatan militer yang begitu tangguh dan kokoh, juga boleh mempunyai pasokan kekayan alam yang melimpah, tetapi sepanjang tidak mampu menguasai sains dan teknologi maka selamanya akan tetap menjadi bulan-bulanan negara maju, utamanya Amerika Serikat.
Iran sebagai negara Islam (Republik Islam Iran) yang kini kemajun sains dan teknologinya tengah menggeliat, kemudian menjadi harapan bagi kemajuan Islam itu sendiri. Sejak dulu, dalam sejarahnya, Islam maju karena ditopang oleh penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kemajuan Islam tidak bisa dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan. Selama umat Islam di dunia masih terbelakang dalam penguasaan sains dan teknologi, maka saat itu pula umat Islam akan menjadi obyek penindasan oleh bangsa-bangsa lain yang sains dan teknologinya lebih maju. Sains dan teknologi adalah “koentji” bagi kebangkitan dan kemajuan Islam, bahkan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Memang, sains dan teknologi bukan satu-satunya ukuran bagi kemajuan sebuah negara atau bangsa. Tetapi kemajuan dan kebesaran sebuah bangsa tidak bisa dicapai tanpa sains dan teknologi. Sains dan teknologi memang bukan satu-satunya standar bagi negara maju, tetapi standar sekaligus prasyarat utama untuk bisa menjadi negara maju adalah sains dan teknologinya. Lompatan besar Iran di pentas dunia saat ini, hal itu menunjukkan betapa pentingnya umat Islam, dan negara-negara dunia ketiga untuk menguasai sains dan teknologi untuk bisa mentas dari keterpurukannya, mengusung masa depannya yang lebih cemerlang dan menjaga peradaban Islam yang lebih kholistik dan sainstifik, bahkan dunia ketiga memang terletak pada sains.
D. Kecanggihan Negara Iran
Meskipun menghadapi sanksi internasional, dalam konteks saat ini Iran telah mencapai kemajuan signifikan dalam beberapa bidang teknologi modern, termasuk nanoteknologi, dirgantara, sel punca, dan teknologi nuklir. Iran juga memiliki sektor bioteknologi yang maju, dengan fasilitas seperti Institut Razi untuk Serum dan Vaksin serta Institut Pasteur Iran yang dikenal dalam pengembangan vaksin. Selain itu, Iran telah mengembangkan rudal hipersonik yang mampu menembus sistem pertahanan negara manapun, serta berhasil meluncurkan satelit ke orbit.
Berikut adalah beberapa poin penting mengenai kemajuan teknologi Iran: (1). Nanoteknologi. Iran telah menunjukkan kemajuan dalam nanoteknologi, yang memiliki potensi aplikasi luas di berbagai sektor. (2). Dirgantara. Iran telah melakukan peluncuran satelit, menunjukkan kemampuan dalam bidang dirgantara. (3). Sel Punca (Stem Cell). Iran juga fokus pada penelitian dan pengembangan sel punca, yang memiliki potensi dalam bidang pengobatan dan penelitian medis. (4). Teknologi Nuklir. Iran memiliki program nuklir yang kontroversial, namun juga telah mencapai kemajuan dalam bidang ini. (5). Rudal Hipersonik. Iran mengembangkan rudal hipersonik yang mampu terbang dengan kecepatan tinggi dan bermanuver, membuatnya sulit dilacak dan dicegat. (6). Bioteknologi. Sektor bioteknologi Iran dianggap maju, terutama dalam pengembangan dan pembuatan vaksin. (7). Laser. Iran memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam teknologi laser, menempati peringkat tinggi di dunia dalam bidang ini.
E. Sistem Manajemen Sains.
Iran telah mengembangkan sistem manajemen sains sejak tahun 1980-an untuk mengarahkan kemajuan ilmiah menuju aplikasi praktis.
F. Swasembada Produksi.
Iran juga mampu memproduksi sendiri beberapa teknologi, seperti mesin kapal laut canggih, menunjukkan kemandirian dalam bidang teknologi. Meskipun menghadapi sanksi, Iran terus mengembangkan teknologi, bahkan berhasil meningkatkan peringkatnya dalam Indeks Inovasi Global, dari peringkat 104 pada tahun 2012 menjadi 53 pada tahun 2022. Dihantam Sanksi Bertubi-tubi, Mengapa teknologi Iran bisa maju, karena Iran juga memiliki fokus teknologi laser yang tinggi. “Meskipun teknologi ini sangat kompleks, terlepas dari sanksi yang kejam, Republik Islam. Bahkan, diterpa sanksi, mengapa teknologi Iran maju hingga bisa batu hantam dengan Israel. Meskipun terisolasi secara internasional, Iran jauh melampaui ekspektasinya dalam hal penelitian dan pengembangan. Bahkan, Iran naik dalam Indeks kemajuan ilmu pengetahuannya. Iran malah jadi negara adidaya teknologinya, yang konon katanya akan mengalahkan Jerman dan Korsel. Dari 44 teknologi baru tersebut, Iran sendiri tengah mengembangkan rudal super hipersonik yang mampu menembus sistem pertahanan negara manapun. Rudal. Karena, kemajuan iptek, komponen terpenting kekuatan Iran. Dan saat ini Iran meraih kemajuan di bidang sains dan teknologi canggih seperti nano teknologi, kedirgantaraan, sel punca (stemcell), dan berbagai peralatan perang yang canggih, akhirnya hingga detik ini membuat terperangah masyarakat dunia.
III. Epistemologi Ilmu Dalam Islam
Dalam khazanah filasafat, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji sumber ilmu pengetahuan dan cara memperoleh ilmu pengetahuan. Istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani : “episteme”, yang berarti pengetahuan. Logy berarti theory, dengan demikian epistemologi diartikan teori pengetahuan. Epistemologi mengkaji teori dan metode atau landasan pengetahuan, asas-asas, kelemahan dan keterbatasan pengetahuan manusia. Dari pendekatan epistemologi akan melahirkan pandangan serba pengalaman dan kritik asal-usul pengetahuan, dan bila membahas hakikat pengetahuan akan melahirkan serba cita dan nyata, dan metode pembentukan pengetahuan dijawab oleh logika, dialektika dan ijtihad.
Dalam dunia epistemologi sampai saat ini masih terjadi polemik di antara para filosof tentang cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan. Dari polemik yang berkepanjangan hingga saat ini lahirlah madzab-madzab epistemologi seperti empirisme, rasionalisme, dan intuisisme.
Empirisme berasal dari bahasa Yunani yang artinya pengalaman. Menurut madzab ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui indranya. Manusia pada awal kelahirannya tidak memiliki pengetahuan apapun, kemudian seiring pertumbuhannya pengalamannyalah yang mengajarkan pengetahuan. Namun, fungsi dan peran indra sebagai sarana untuk memperoleh ilmu pengetahuan sangatlah terbatas sehingga memiliki banyak kelemahan. Oleh karena itu, kebenaran pengetahuan yang dihasilkan berdasarkan empirisme sangat relatif dan tidak bisa diterima oleh para filosof madzab rasionalisme.
Kemudian sebagai akibat dari penolakan terhadap empirisme lahirlah madzab rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar hanya dapat diperoleh melalui media akal. Meskipun demikian, bukan berarti rasionalisme adanya peran indra dalam proses menemukan ilmu penegtahuan. Pengalaman indra diperlukan untuk merangsang akal agar dapat bekerja secara aktif. Gabungan antara kedua madzab ini, empirisme dan rasionalisme telah melahirkan metode sains dan pengetahuan ilmiah.
Berbeda dengan dua madzab tersebut intuisisme memandang bahwa indra dan akal sangat terbatas perannya dalam proses menemukan pengetahuan, sebab realitas yang ditangkap, baik oleh indra maupun akal bisa berubah-ubah sehingga pengetahuan yang dihasilkannya pun tidak pasti. Indra dan akal hanya dapat memahami suatu obyek bila mengonsentrasikan dirinya pada sebuah obyek, namun indra dan akal tidak dapat mengetahuinya secara menyeluruh. Adanya ketebatasan inilah yang mendorong para filosof untuk menemukan kemampuan tingkat tinggi yang melebihi kemampuan indra dan akal yaitu intuisi. Dengan intuisi, manusia dapat memahami kebenaran secara utuh dan menyeluruh tanpa melalui pemikiran yang panjang.
A. Urgensi Ilmu Dalam Islam
Epistemologi membahas tentang sumber ilmu dan cara manusia memperoleh ilmu. Sementara itu ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Terlebih lagi dalam Islam, ilmu merupakan pondasi utama dalam seluruh rangkaian ajarannya. Tidak ada satupun ajaran Islam yang tidak didasari oleh ilmu. Kaum muslimin diwajibkan beriman dan beramal dengan ilmu. Karena begitu pentingnya ilmu ini maka agama Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Rasulullah SaW bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesunnguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang ia lakukan. Sesungguhnya seorang penuntut ilmu itu akan dimintakan ampunan oleh semua makhluk yang ada di langit dan bumi, sampai ikan-ikan yang ada dalam air sekalipun. Dan sesungguhnya keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para nabi. Karena sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, melainkan ilmu. maka siapa yang mengambilnya, sungguh ia telah mengambil bagian yang banyak. (HR. Ibnu Majah hadits No. 223)
Bahkan bila merujuk kepada wahyu Al-Quran hal yang pertama kali diajarkan kepada Nabi Adam sebagai manusia pertama adalah ilmu pengetahuan. “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : ”Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!“ (Al-Baqarah 2 : 31). Demikian juga wahyu yang diterima oleh Rasulullah Muhammad SaW untuk pertama kalinya adalah perintah membaca dan menulis yang disimbolkan dengan iqro dan qalam. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al-Alaq 96 : 1-5). Ayat tersebut Allah Swt telah menegaskan bahwasannya ilmu itu bersumber dari-Nya. “Dialah yang telah mengajarkan kepada manusia apa yang semula tidak diketahuinya”. Hal itu berarti bahwa setiap yang berasal dari Allah SwT apakah itu tertuang dalam Al-Quran maupun Sunnah, adalah ilmu yang bermanfaat bagi manusia.
Sementara Ibnu Katsir ketika mengomentari ayat ini beliau mengatakan: “Dalam ayat-ayat ini terdapat peringatan bahwasannya manusia diciptakan dari segumpal darah. Dan diantara bentuk anugerah Allah Taala adalah mengajarkan manusia apa yang semula tidak diketahuinya”. Maka kemuliaan dan keagungan manusia terletak pada ilmu. Dan, itulah kemampuan yang membuat bapak manusia, yakni Nabi Adam lebih istimewa daripada malaikat. ”Pentingya ilmu dalam Islam dapat terlihat juga dari kedudukan orang-orang yang mencari, memiliki, mengajarkan dan mengamalkan ilmu. Al-Quran menegaskan bahwa orang yang memiliki ilmu pengetahuan berbeda sekali dengan orang yang tidak memiliki pengetahuan. Dan di sisi Allah Swt. mereka memiliki derajat yang sangat terhormat. Katakanlah: “ Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? ” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (Az-Zumar 39 : 9).
Dengan kata lain, bahwa ilmu adalah pilar segala kebaikan, dan semua kebaikan dan keberkahan berawal dari ilmu, dan sebaliknya keburukan juga diawali dari ketiadaan ilmu. Hal itu sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SaW: “Barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan kepadanya maka ia akan dipahamkan dalam ilmu agama.” (HR. Muslim). Karena kedudukannya yang sangat mulia, maka ilmu dalam Islam memiliki tujuan yang mulia. Dalam Islam, tujuan utama dari ilmu adalah mengenal Allah Swt. untuk kebaikan di dunia dan akhirat. Al-Quran menyejajarkan kedudukan orang-orang berilmu dengan para malaikat karena dengan ilmunya mereka mampu memahami bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Ali-Imran 3 :18).
B. Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan
Terlepas dari polemik yang terjadi diantara filosof tentang sumber-sumber ilmu pengetahuan, namun epistemologi Islam menjadikan Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SaW sebagai sumber ilmu yang primer. Karena itu sumber ilmu dalam epistemologi Islam ditekankan kepada dua hal. Pertama, kalam Allah berupa Al-Quran. Kedua, hadits Nabi Muhammad SaW. Meskipun demikian, epistemologi Islam yang bersumber pada Al-Quran dan hadits juga mengafirmasi sumber ilmu lainnya yaitu akal (aql) dan hati (qalb) serta indra-indra yang terdapat dalam diri manusia.
C. Al-Qur’an Dan Hadits
Keduanya merupakan sumber pertama ilmu pengetahuan dan sebuah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Al-Quran adalah wahyu Allah SwT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SaW melalui perantara Malaikat Jibril dan membacanya merupakan ibadah. Al-Quran sebagai sumber ilmu, dijelaskan melalui ayat-ayat yang menyatakan bahwa Al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia dan alam semesta (Al-Furqon 25 : 1) (Al-Baqarah 2 : 185). Selain itu di dalam ayat lainnya Allah Swt menegaskan bahwa Dialah yang mengajarkan kepada manusia manusia apa-apa yang tidak diketahuinya. Sehinnga seluruh ilmu di dunia ini berasal dari Allah Swt yang kekuasaan-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar? ” (Al-Baqarah 2 : 31). Kami berfirman: “Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Al-Baqarah 2 : 39). Adapun Hadits, ia adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SaW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Sementara Hadits dalam kaitannya dengan Al-Quran merupakan penjelas bagi ayat-ayat Al-Quran. Al-Quran telah menyeru manusia untuk menjadikan Rasul Saw sebagai suri tauladan dalam seluruh aspek kehidupan. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab 33 : 21). Nabi Muhammad SaW merupakan teladan yang baik kapanpun dan dimanapun. Selain memiliki keteladan yang baik Nabi Muhammad Saw. Dan disisi lain adalah sumber ilmu pengetahuan dimana beliau mengajarkan Al-Kitab dan Hikmah kepada umat manusia. Hal itu sebagaimana ditegaskan Allah SwT melalui firman-Nya: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (Al-Baqarah 2: 151).
D. Akal (Aql) Dan Kalbu (Qalb)
Sumber ilmu selain wahyu dalam epistemologi Islam adalah akal (aql) dan kalbu (qalb). Aql dan qalb merupakan satu kesatuan yang berfungsi sebagai alat untuk memahami kebenaran. Aql adalah potensi ruhaniah yang dapat membedakan mana hak dan mana yang batil, mana yang benar dan mana yang salah. Dalam pandangan Islam aql bukanlah otak, tetapi merupakan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, yang membedakan antara manusia dengan binatang yang dengannya pula manusia siap menerima berbagai macam ilmu pengetahuan.Sedangkan qalb merupakan suatu anugerah Allah SwT yang diberikan kepada manusia yang mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting dan utama, sebab qalb berfungsi sebagai penggerak dan pengontrol anggota tubuh lainnya. Peran qalb sangat penting sekali dalam mengawal potensi yang ada dalam diri manusia. Termasuk potensi untuk mengarahkan manusia ke arah kebaikan. Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, bahwa manusia dengan nalar qalb-nya pada dasarnya dapat membenarkan wahyu Allah Swt meski daya rasionalnya menolak. Dengan demikian, adanya potensi qalb sangat dimungkinkan memiliki fungsi untuk menuntun seseorang ke arah kesalihan tingkah laku lahiriah sesuai yang digariskan wahyu yang bersifat transendental. Menurut Imam Al-Ghazali, aql dan qalb merupakan entitas yang sama dan berkedudukan di hati. Qalb diibaratkan sebagai istananya dan aql sebagai rajanya. Dari pandangan Imsm Al-Ghazali tersebut maka bisa difahami bahwa antara aql dan qalb tidak terdapat pertentangan, bahkan saling melengkapi. Karena, aql digunakan untuk melihat sisi luar pada dimensi fisik melalui analisis dan pengujian fakta-fakta. Sementara qalb digunakan untuk melihat sisi pada dimensi yang terdalam dan sifatnya spiritual.
Mekanisme kesatuan antara keduanya dapat dilihat lebih jauh dalam keterangan Al-Quran yang menggambarkan kesatuan pikir (aqal) dan dzikir (qalb). “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. ” (Ali-Imran 3 : 190-191).
E. Indra
Indra merupakan bagian tubuh manusia yang berfungsi untukbmenerima rangsangan dan respon dari luar. Dengan indra yang dimilikinya manusia memperoleh pengetahuan seperti adanya gelap-terang, panas-dingin, manis-pahit, dan segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh indra. Indra sebgaimana dikatakan Imam Al-Ghazali merupakan sarana penangkap pertama yang muncul dari dalam diri manusia. Manusia terlahir ke dunia dalam kondisi tidak mengetahui apapun. Tidak lama kemudian indranya mulai berfungsi, dimana ia dapat merasa atas apa yang terjadi padanya dari pengaruh-pengaruh eksternal yang baru dan mengandung perasaan-persaan yang berbeda sifatnya. Itulah dasar yang membentuk persepsi dan pengetahuannya terhadap dunia dunia luar.
“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati supaya kalian bersyukur” (An-Nahl 16 : 78). Kemudian Dia menyempurnakan serta meniupkan ke dalamnya roh-Nya, dan Dia menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Sedikit sekali yang kalian syukuri”. (As-Sajdah 32 : 9). Sementara pengetahuan indrawi adalah jenis pengetahuan yang didasarkan atas indra atau pengalaman manusia setiap hari. Pengetahuan indrawi menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara indra, sedangkan pengetahuan rasional menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh melalui akal. Meskipun demikian antara indra dan akal tidak dapat dipisahkan. Al-Quran mengajak manusia untuk menggunakan indra dan akal sekaligus.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (Al-Araf 7 : 179). Walaupun indra memiliki keterbatasan dalam memperoleh pengetahuan, namun kedudukannya sebagai sumber untuk memperoleh pengetahuan tetap diakui dan tidak bertentangan dengan Al-Quran. Uraian tersebut diatas, merupakan bagian dari epistemologi ilmu pengetahuan atau langkah dan cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam. Epistemologi ilmu dalam perspektif Islam ini bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui realitas fisik tapi juga melalui hal-hal yang metafisik seperti Al-Quran dan Hadits Nabi SaW.
F. Sumber-Sumber Epistimologi
Kesimpulannya, bahwa eepistemologi Islam, yaitu terdiri dari : (1). Al-Quran dan Hadits, (2). Akal (aql) dan Kalbu (qalb), dan (3) Indra. Dalam struktur epistemologi Islam, wahyu Allah SwT yang termaktub dalam Al-Quran dan hadits merupakan sumber ilmu tertinggi sehingga nilai keilmiahannya tidak boleh diceraikan dari sains atau ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, bahwa episteminologi Islam adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat pengetahuan dalam perspektif Islam. Ini melibatkan kajian sumber-sumber pengetahuan yang sah dalam Islam, seperti wahyu (Al-Quran dan Hadis), akal, dan pengalaman indrawi. Selain itu, epistemologi Islam juga membahas metode yang tepat untuk memperoleh pengetahuan, termasuk penalaran deduktif, induktif, dan ijtihad. Sedangkan konsep dasar epistemologi Islam diantaranya :
(1). Wahyu sebagai Sumber Pengetahuan Utama. Karena, dalam pistemologi Islam menempatkan wahyu (Al-Quran dan Hadis) sebagai sumber pengetahuan yang paling utama dan otoritatif. Wahyu memberikan petunjuk dan pedoman dalam memahami berbagai aspek kehidupan, baik dunia maupun akhirat. (2). Akal Dan Pengalaman. Meskipun wahyu menjadi sumber utama, epistemologi Islam juga mengakui peran akal dan pengalaman indrawi dalam memperoleh pengetahuan. Akal digunakan untuk memahami wahyu dan fenomena alam, sementara pengalaman indrawi membantu manusia memahami dunia di sekitar mereka. Sementara tiga pendekatan dalam memperoleh pengetahuan dalam konteks Islam sangat rinci. Karena, dalam tradisi keilmuan Islam, terdapat tiga pendekatan utama dalam memperoleh pengetahuan : (1). Bayani. Pendekatan ini (bayan) menekankan pada pemahaman teks (nash) secara tekstual dan literal, tanpa banyak penafsiran.
(2). Burhani. Pendekatan ini mengandalkan kekuatan akal dan logika dalam memahami pengetahuan. (3). Irfani. Pendekatan ini lebih bersifat intuitif dan pengalaman spiritual, sering dikaitkan dengan tasawuf.
G. Keterpaduan Antara Wahyu, Akal, dan Pengalaman.
Epistemologi Islam, yaitu menekankan pentingnya keterpaduan antara wahyu, akal, dan pengalaman dalam mencari kebenaran. Ketiga aspek tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling melengkapi dan memperkaya pemahaman manusia. Sedangkan epistemologi Islam diantaranya : (1). Membimbing Penelitian dan Pembelajaran. Epistemologi Islam memberikan kerangka teoritis bagi penelitian dan pembelajaran dalam berbagai bidang ilmu, termasuk studi Islam. (2). Mengembangkan Metodologi. Epistemologi Islam membantu dalam pengembangan metodologi penelitian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. (3). Membentuk Pandangan Hidup. Epistemologi Islam membentuk pandangan hidup yang holistik, yang mencakup aspek dunia dan akhirat. Dengan demikian, epistemologi Islam tidak hanya membahas tentang pengetahuan itu sendiri, tetapi juga tentang cara memperoleh pengetahuan yang benar dan bagaimana pengetahuan itu digunakan untuk kehidupan yang lebih baik.
IV. Aksiologi Ilmu Dalam Perspektif Islam Dan Barat
Tidak dapat dipungkiri bahwa sains dan agama adalah dua hal yang semakin memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia hingga saat ini. Sementaea perkembangan ilmu pengetahuan di dunia modern saat ini tidak berarti menurunnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia, sebagaimana telah diprediksi dalam teori sekularisasi. Kencenderungan semakin menguatnya ilmu pengetahuan dan agama, akhirnya terus menarik perhatian banyak kalangan, terutama berkenaan dengan hubungan antar keduanya. Pengembangan ilmu pengetahuan sebagai pemula aksiologi ilmu mengaruskan visi etik yang tepat untuk diterapkan. Karena, manusia dengan ilmu pengetahuannya, ia akan mampu melakukan apa saja yang diinginkannya, namun pertimbangannya tidak hanya pada apa yang dapat diperbuat oleh manusia sesuka hatinya, karena masih ada soal pandangan moralitas, yakni apakah ilmu yang ia kembangkannya itu bermaslahat bagi umat, atau malah membawa mala petaka bagi umat. Dengan kata lain, betapa pentingnya dalam konteks ini, yaitu soal perlunya pertimbangan etika apa yang harus dilakukan dengan tujuan kebaikan manusia. Sebenarnya mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu idealnya harus sampai pada rumusan normatif yang berupa pedoman konkrit bagaimana tindakan manusia di bidang ilmu itu yang harus dilakukan? Jika hanya rumusan yang berada pada dataran etika yang abstrak, hal itu akan terdapat kesulitan ketika diterapkan terhadap masalah yang bersifat konkrit. Sedangkan secara teiritis, bahwa aksiologi ilmu dalam Islam adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan dan bagaimana ilmu itu digunakan. Dalam perspektif Islam, aksiologi ilmu tidak hanya berfokus pada manfaat praktis ilmu, tetapi juga pada nilai-nilai moral dan etika yang mendasarinya, serta bagaimana ilmu tersebut dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
A. Konsep Aksiologi Ilmu Dalam Islam
(1). Bersumber dari Allah SWT.
Ilmu pengetahuan dalam Islam dianggap berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta, yang Maha Mengetahui. (2). Bertujuan untuk Kebaikan. Pemanfaatan ilmu pengetahuan haruslah bertujuan untuk kebaikan, kemaslahatan manusia, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. (3). Etika dan Moral. Aksiologi ilmu dalam Islam sangat menekankan pentingnya etika dan moral dalam penerapan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, ilmuwan muslim dituntut untuk mempertimbangkan nilai-nilai agama dan moral dalam setiap penelitian dan penerapan ilmu. (4). Menjaga Keseimbangan. Ilmu pengetahuan harus digunakan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat, serta tidak hanya berfokus pada kepentingan duniawi semata. (5). Mendekatkan Diri kepada Allah SWT. Pemanfaatan ilmu pengetahuan yang benar akan membawa manusia lebih dekat kepada Allah SWT, karena ilmu adalah salah satu jalan untuk mengenal-Nya.
B. Perbedaan Dengan Aksiologi Barat
(1). Sumber Nilai.
Aksiologi Barat seringkali menekankan pada nilai-nilai rasional dan empiris semata, sementara aksiologi Islam menekankan pada nilai-nilai wahyu dan etika agama. (2). Tujuan Ilmu. Aksiologi Barat lebih fokus pada manfaat praktis dan pengembangan ilmu pengetahuan, sedangkan aksiologi Islam menekankan pada tujuan akhirat dan kesejahteraan manusia secara keseluruhan. (3). Pengendalian Ilmu. Aksiologi Islam lebih menekankan pentingnya pengendalian ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai moral dan etika, sementara aksiologi Barat cenderung lebih permisif dan cenderung hedonistik. Dengan kata lain, aksiologi ilmu dalam Islam adalah disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dalam ilmu pengetahuan dan bagaimana ilmu tersebut digunakan untuk kebaikan manusia dan bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam penerapannya, aksiologi ilmu Islam menekankan pentingnya etika, moral, dan keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Dengan kata lain, aksiologi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai atau etika. Dan etika (ahklak) merupakan tujuan pokok bagi orang yang mempelajari ilmu itu sendiri. Oleh karena itu, aksiologi dalam ilmu pengetahuan adalah produk dari ilmu yakni etika, nilai, estetika dan moral.
Sedangkan aksiologi ilmu dalam perspektif barat dan Islam terdapat pada perbedaan soal etikanya. Etika merupakan teori tentang perilaku manusia yang dipandang dari sudut baik dan buruk dengan tolak ukur akal manusia itu sendiri. Aksiologi dalam perspektif Islam, ia menempati posisi atau kedudukan sebagai bagian dari agama dan memiliki fungsi sebagai instrumen/sarana untuk memperoleh tujuan agama, yaitu memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. Sedangkan aksiologi ilmu pengetahuan dan keislaman, yaitu memandang bahwa ilmu itu berasal dari Allah SWT, sang maha pencipta (pemberi Nilai).