Oleh: Indra Martha Rusmana
Wakil Ketua ICMI Kota Serang & Dewan Pakar IGI Kota Serang

Kamis, 23 Oktober 2025, menjadi hari yang mestinya penuh kebanggaan bagi ribuan tenaga ASN dan PPPK paruh waktu yang dilantik oleh Wali Kota Serang, Budi Rustandi di Alun-Alun Barat Kota Serang. Namun sayangnya, salah satu momen penuh harapan tersebut tercoreng oleh tindakan salah satu oknum PPPK paruh waktu yang dalam proses pelantikan terlihat merokok di area yang seharusnya bersih dari asap rokok.

Selain kedapatan merokok, beberapa orang yang berada di barisan paling belakang terlihat duduk-duduk santai dan seolah upacara pelantikan hanya sebagai kegiatan formalitas saja, mereka menunjukkan sikap sebenarnya, tidak disiplin, dan bertindak sekehendak hati sendiri.

Tindakan ini bukan sekadar pelanggaran etiket profesional, tetapi juga mencerminkan kurangnya pemahaman dan penghayatan terhadap tugas sebagai aparatur negara—yang seharusnya menjadi teladan, bukan sebaliknya.

Aturan Hukum Larangan Merokok

Secara tegas, undang-undang dan peraturan daerah telah mengatur bahwa lingkungan kerja pemerintah termasuk kawasan tanpa rokok (KTR). Misalnya:

  1. Undang‑Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur bahwa tempat kerja termasuk Kawasan Tanpa Rokok;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 memperkuat pengaturan pengamanan produk tembakau dan penerapan Kawasan Tanpa Rokok di fasilitas publik dan tempat kerja.
  3. Di tingkat daerah, aturan KTR sudah ditetapkan melalui peraturan daerah yang mengikat, misalnya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota/Provinsi yang mencakup fasilitas pemerintahan.

Dengan demikian, tindakan merokok di area pelantikan pemerintahan bukan hanya pelanggaran norma sosial, tetapi juga melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Kedisiplinan Pegawai Pemerintah

Sebagai pegawai PPPK paruh waktu, individu tersebut berada di bawah payung regulasi kepegawaian pemerintah yang menghendaki etika, integritas, dan kedisiplinan tinggi. Meskipun statusnya adalah “paruh waktu”, aturan pegawai pemerintah tetap berlaku: menjaga tata laku, mematuhi aturan organisasi dan etika profesi.

Tidak hanya soal jam kerja atau tugas, tetapi juga sikap di hadapan publik—apalagi saat acara seremonial pelantikan di hadapan pejabat, keluarga, dan masyarakat umum. Ketika salah satu pegawai memilih merokok dalam acara resmi, maka dampaknya meluas: menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan, dan melemahkan wibawa pelayanan publik.

Refleksi dan Kritik

Adalah penting untuk menyadari bahwa masalah ini bukan hanya satu insan yang salah, tetapi juga sistem yang belum cukup memperkuat budaya disiplin dan akuntabilitas dalam rekrutmen, onboarding, dan pembinaan pegawai baru—termasuk PPPK paruh waktu.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Pembinaan awal pegawai: Pelatihan etik dan kedisiplinan harus menjadi bagian integral dari pelantikan.
  2. Pengawasan latar belakang dan komitmen: Tidak cukup hanya mekanik administratif, tetapi juga seleksi nilai dan kesadaran profesional.
  3. Sanksi atau penegakan aturan yang konsisten: Agar setiap pelanggaran etika dijawab secara adil dan transparan.

Harapan Untuk Masa Depan

Saya berharap Wali Kota Serang, Budi Rustandi dan instansi terkait melihat kejadian ini sebagai warning—bukan hanya untuk oknum yang bersangkutan, tetapi bagi seluruh pegawai dan sistem kepegawaian. Berikut harapan saya:

  1. Pelantikan ke depan disertai penandatanganan komitmen disiplin dan kode etik.
  2. Area pelantikan dan fasilitas publik tetap bebas asap rokok sesuai regulasi KTR.
  3. Pegawai baru, termasuk PPPK paruh waktu, diorientasikan kepada nilai-nilai pelayanan publik, bukan sekadar tugas administratif.

Ketika setiap pegawai pemerintah beroleh kepercayaan, konsistensi sikap seperti ini akan makin memperkuat citra pemerintahan yang bersih, disiplin, dan berpihak pada rakyat. Sebaliknya, sedikit pelanggaran di area publik bisa menjadi batu sandungan besar dalam upaya peningkatan layanan publik dan keteladanan birokrasi.

Mari kita jadikan sebuah pelantikan bukan sekadar upacara formal—tetapi momentum penguatan karakter aparatur negara yang menjunjung tinggi peraturan, kedisiplinan, dan nilai-nilai pelayanan publik.

Karena ketika seorang pegawai pemerintah memilih untuk merokok di tengah acara resmi, ia tak hanya merokok sekadar rokok—ia membakar sedikit kepercayaan publik yang sesungguhnya milik kita semua.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *