Oleh: EKO SUPRIATNO
Pada tanggal 2 Januari 2025, Indonesia mencatatkan sejarah baru dalam perjalanan demokrasi. Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang menghapuskan Presidential Threshold (PT) dalam Pemilu, sebuah ketentuan yang sebelumnya membatasi hak konstitusional rakyat untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ini adalah langkah besar dalam perjalanan menuju demokrasi yang lebih terbuka, inklusif, dan berpihak kepada rakyat (Merdeka, 2025)[1].
Keputusan MK ini datang setelah melalui perjalanan panjang, dengan sejumlah gugatan yang diajukan oleh berbagai pihak, baik partai politik, akademisi, maupun masyarakat sipil. Dengan dicabutnya PT, kini setiap partai politik, tanpa memandang besar atau kecilnya, memiliki hak yang sama untuk mengusung calon presiden mereka, memberi ruang bagi lebih banyak pilihan bagi rakyat Indonesia (Kompas, 2025)[2].
Namun, di balik kebebasan yang terbuka ini, terdapat pertanyaan besar tentang apa yang akan terjadi pada sistem demokrasi Indonesia. Apakah penghapusan PT akan memperkaya kontestasi politik, atau justru memperburuk polarisasi politik yang sudah semakin tajam? Apakah kita siap untuk mengelola kebebasan yang datang bersama keputusan ini? Ini adalah tantangan besar yang harus dihadapi bersama sebagai bangsa.
Membuka Ruang Demokrasi
Sejak diperkenalkan pada tahun 2017, Presidential Threshold yang mengharuskan partai-partai politik untuk memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah pada Pemilu sebelumnya, telah menjadi batu sandungan bagi banyak partai kecil yang memiliki basis massa besar namun terbatas dalam jumlah kursi di parlemen (CNN Indonesia, 2021)[3]. Dengan adanya ketentuan ini, partai-partai kecil terhalang untuk ikut serta dalam pencalonan presiden, meskipun mereka memiliki dukungan yang signifikan di masyarakat. Keputusan MK untuk menghapuskan ketentuan ini memberi kesempatan yang lebih luas bagi semua partai politik, tanpa terkecuali, untuk mengusung calon mereka (Jurnal Transformatif, nd)[4].
Menghapuskan Presidential Threshold adalah langkah untuk memperluas ruang demokrasi.
Tidak ada lagi yang menghalangi partai dengan suara signifikan tetapi tanpa kursi di DPR untuk turut berpartisipasi dalam kontestasi Pilpres (Suara Surabaya, 2025)[5]. Ini adalah bentuk penguatan hak politik rakyat untuk memilih tanpa ada pembatasan yang membelenggu pilihan mereka.
Namun, meskipun keputusan ini memberikan kebebasan, hal itu juga membuka potensi munculnya banyaknya calon yang tidak selalu didukung oleh kualitas kepemimpinan yang mumpuni. Di sinilah tantangan berikutnya: bagaimana memastikan bahwa banyaknya calon yang muncul tidak justru membingungkan rakyat dan mengarah pada konflik atau perpecahan yang lebih besar.
Mengelola kebebasan dalam politik adalah pekerjaan rumah besar yang membutuhkan kedewasaan dan kebijaksanaan dari seluruh elemen bangsa.
Menjaga Kualitas Kepemimpinan
Dengan dicabutnya Presidential Threshold, peluang bagi calon presiden yang lebih beragam dan berasal dari berbagai latar belakang semakin terbuka. Ini adalah kesempatan bagi wajah-wajah baru untuk muncul dan memberikan alternatif pilihan kepada rakyat. Mereka yang selama ini tidak mampu bersaing dalam sistem yang terstruktur dengan ambang batas yang ketat kini bisa tampil, menawarkan visi dan ide untuk membawa Indonesia maju.
Namun, langkah ini tidak hanya soal menambah jumlah calon presiden. Demokrasi yang lebih inklusif mengharuskan adanya ruang bagi mereka yang berkompeten, memiliki visi yang jelas, serta mampu merangkul semua lapisan masyarakat untuk bergerak bersama menuju tujuan yang lebih baik. Oleh karena itu, meskipun demokrasi terbuka lebih lebar, kualitas calon pemimpin tetap menjadi hal yang harus dijaga.
Dengan meningkatnya jumlah calon yang mungkin akan ikut dalam Pilpres 2029, tantangan besar adalah memastikan bahwa rakyat memiliki pemahaman yang cukup untuk memilih pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga berintegritas, kompeten, dan memiliki kapasitas untuk memimpin bangsa ini. Tanpa itu, kebebasan yang diberikan justru bisa berujung pada pemimpin yang tidak memenuhi harapan rakyat.
Refleksi Demokrasi Indonesia
Penghapusan Presidential Threshold (PT) oleh Mahkamah Konstitusi pada awal tahun 2025 menandai babak baru dalam demokrasi Indonesia.
Keputusan ini membuka pintu yang lebih lebar bagi partisipasi politik, memberi ruang bagi semua partai, besar atau kecil, untuk mengusung calon presiden mereka. Namun, kebebasan ini membawa tantangan besar yang harus dikelola dengan bijaksana.
Demokrasi bukan hanya soal memberi kebebasan memilih, tetapi juga menjaga kualitas dalam setiap prosesnya. Kebebasan memilih hanya berarti jika rakyat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai pilihan yang ada. Pertanyaan pentingnya adalah: Apakah kita sudah siap dengan kebebasan yang semakin luas ini? Apakah kita sudah cukup matang dalam menggunakan hak pilih kita? Apakah kita siap memilih pemimpin yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga memiliki visi, kapasitas, dan integritas untuk memajukan negara?
Demokrasi bukan hanya soal kebebasan, tetapi juga tentang bagaimana kita mengelola kebebasan tersebut dengan tanggung jawab. Tanpa kesadaran kolektif, kebebasan ini bisa berbalik menjadi bumerang yang merugikan. Kita membutuhkan kedewasaan politik untuk menjaga agar kebebasan yang ada tidak mengarah pada kekacauan atau polarisasi yang lebih tajam.
Dengan dicabutnya Presidential Threshold, peluang bagi calon presiden yang lebih beragam dan berasal dari berbagai latar belakang semakin terbuka. Hal ini memberikan kesempatan bagi wajah-wajah baru yang selama ini tidak mampu bersaing dalam sistem yang terstruktur dengan ambang batas yang ketat. Mereka kini bisa tampil menawarkan visi dan ide untuk membawa Indonesia maju (Kompas, 2025)[6].
Namun, keberagaman calon presiden ini tidak hanya tentang menambah jumlah calon, melainkan harus didorong oleh kualitas kepemimpinan yang mumpuni. Demokrasi yang lebih inklusif menuntut adanya ruang bagi calon yang berkompeten, memiliki visi yang jelas, dan mampu merangkul semua lapisan masyarakat untuk bergerak bersama menuju tujuan yang lebih baik (Merdeka, 2025)[7]. Meskipun banyaknya calon bisa memperkaya kontestasi Pemilu, tantangan besar terletak pada kualitas para calon itu sendiri. Di sini, tugas masyarakat dan lembaga penyelenggara Pemilu adalah memastikan bahwa rakyat memiliki pemahaman yang cukup untuk memilih pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga berintegritas, kompeten, dan mampu memimpin bangsa.
Membedakan Kualitas dari Kuantitas
Salah satu tantangan besar dalam menghadapi banyaknya calon presiden adalah membedakan kualitas dari kuantitas. Demokrasi yang sehat tidak hanya memperbanyak pilihan, tetapi juga memperkuat kualitas dari pilihan-pilihan tersebut.
Kita harus memastikan bahwa kebebasan memilih menghasilkan pemimpin yang memiliki kompetensi, integritas, dan kemampuan untuk membawa negara maju.
Pemimpin yang terpilih tidak hanya mengandalkan retorika indah tanpa kemampuan nyata untuk menjalankan tugasnya (Jurnal Ius Constituendum, nd)[8].
Fenomena populisme sering kali menyelubungi demokrasi kita, di mana calon pemimpin memikat rakyat dengan kata-kata manis dan janji manis. Namun, apakah kata-kata itu mencerminkan visi yang jelas dan kebijakan aplikatif? Apakah para calon mampu mewujudkan janji mereka atau hanya mencari dukungan sesaat? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab dengan bijaksana oleh setiap pemilih (Kompas, 2022)[9].
Dalam kebebasan yang semakin besar ini, kita harus menjaga persatuan sebagai prioritas utama. Demokrasi memberi ruang bagi setiap individu untuk memilih, namun kita harus menjaga agar kebebasan ini tidak memecah belah bangsa. Polarisasi politik dapat memperburuk ketegangan sosial dan bahkan memicu konflik. Keberagaman Indonesia, dengan segala suku, agama, dan budaya, menjadi tantangan dalam menjalani demokrasi yang sehat. Kebebasan tanpa kontrol dapat memperburuk perpecahan.
Kebebasan politik harus disertai dengan rasa tanggung jawab. Setiap individu atau kelompok tidak boleh menggunakan kebebasan ini untuk memperjuangkan kepentingan pribadi atau golongan sempit tanpa memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Ketika kebebasan hanya digunakan untuk kepentingan sesaat, maka kebebasan itu telah disalahgunakan.
Demokrasi Indonesia kini menghadapi ujian besar: bagaimana mengelola kebebasan dengan bijaksana. Kita tidak hanya bisa fokus pada banyaknya calon presiden atau kebebasan yang semakin terbuka. Yang lebih penting adalah kualitas calon yang muncul dan bagaimana mereka dapat bersatu untuk memajukan negara. Kita harus bertanya pada diri sendiri, apakah kita siap memilih pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga berintegritas, memiliki visi jelas, dan mampu membawa perubahan nyata bagi negara ini.
Sejarah Indonesia mengajarkan kita bahwa pemimpin yang dilahirkan dari proses yang matang adalah pemimpin yang dapat membawa negara maju. Kepemimpinan yang kuat tidak diukur dari seberapa banyak suara yang didapatkan, tetapi seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan rakyat.
Penghapusan Presidential Threshold adalah langkah maju untuk demokrasi yang lebih terbuka. Namun, kebebasan yang lebih besar ini membawa tantangan yang lebih besar pula.
Demokrasi Indonesia harus memastikan bahwa kebebasan memilih tidak mengarah pada kehancuran. Masyarakat harus bisa membedakan antara pilihan yang baik dan yang buruk, yang menguntungkan banyak orang dan yang hanya menguntungkan segelintir kelompok.
Demokrasi sejati adalah demokrasi yang tidak hanya menghargai kebebasan, tetapi juga mengedepankan kualitas, integritas, dan kebijaksanaan dalam setiap proses politik. Kita harus siap untuk menggunakan kebebasan ini dengan penuh tanggung jawab, menjaga persatuan, dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jalan Panjang Demokrasi
Keputusan MK untuk menghapus Presidential Threshold adalah langkah penting dalam perjalanan panjang demokrasi Indonesia. Hal ini membuka ruang bagi kebebasan politik yang lebih besar, memberi kesempatan kepada partai kecil untuk berpartisipasi dalam Pemilu, dan memberikan lebih banyak alternatif calon presiden bagi rakyat. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa pilihan yang tersedia adalah pilihan yang berkualitas, bukan hanya banyaknya calon yang ada (Kompas, 2025)[10]. Demokrasi yang sehat bukan hanya tentang memberikan kebebasan, tetapi juga mengedepankan integritas dan kualitas kepemimpinan.
Dengan meningkatnya jumlah calon presiden, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa pilihan yang ada adalah pilihan yang berkualitas, bukan hanya pilihan yang banyak. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang tidak hanya memberikan kebebasan, tetapi juga mengedepankan integritas dan kualitas kepemimpinan. Kita harus belajar untuk mengelola kebebasan ini dengan cara yang bijaksana, agar tidak terjebak dalam kebingungannya sendiri.
Demokrasi Indonesia kini membuka ruang yang lebih lebar bagi perubahan. Apakah kita siap menghadapinya dengan penuh tanggung jawab? Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan partisipasi aktif dari setiap elemen bangsa untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan sejahtera (Suara Surabaya, 2025)[11].
Tentang penulis:
BUNG EKO SUPRIATNO
Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Hukum dan Sosial
Universitas Mathla’ul Anwar Banten.
DAFTAR PUSTAKA
- CNN Indonesia. (2021, 17 Desember). Mengenal Presidential Threshold yang Digugat Gatot dkk ke MK. Diperoleh dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211217145659-32-735348/mengenal-presidential-threshold-yang-digugat-gatot-dkk-ke-mk
- Kompas. (2022, 31 Mei). Prinsip Kebebasan yang Bertanggung Jawab dan Contohnya. Diambil dari https://nasional.kompas.com/read/2022/05/31/01300081/prinsip-kebebasan-yang-bertanggung-jawab-dan-contohnya
- Kompas. (2025, 2 Januari). Presidential Threshold Dihapus Setelah 36 Kali Digugat ke MK. Diambil dari https://nasional.kompas.com/read/2025/01/02/18133341/presidential-threshold-dihapus-setelah-36-kali-digugat-ke-mk
- Jurnal Ius Constituendum. (nd). Kebebasan Hak Sosial-Politik dan Partisipasi Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi di Indonesia. Diambil dari https://journals.usm.ac.id/index.php/jic/article/view/1652
- Jurnal Transformatif. (nd). Ambang Batas Kepresidenan Dinamika di Indonesia. Diambil dari https://transformative.ub.ac.id/index.php/jtr/article/view/49
- Merdeka. (2025, 2 Januari). MK Hapus Presidential Threshold 20%, DPR: Bagus Sebagai Bahan Evaluasi Susun UU Pemilu. Diambil dari https://www.merdeka.com/politik/mk-hapus-presidential-threshold-20-dpr-bagus-sebagai-bahan-evaluasi-susun-uu-pemilu-270876-mvk.html
- Suara Surabaya. (2025, 2 Januari). DPR Siap Menindaklanjuti Putusan MK tentang Presidential Threshold dalam Revisi UU Pemilu. Diambil dari https://www.suarasurabaya.net/politik/2025/dpr-siap-menindaklanjuti-putusan-mk-tentang-presidential-threshold-dalam-revisi-uu-pemilu/
[1] Merdeka. (2025, 2 Januari). MK Hapus Presidential Threshold 20%, DPR: Bagus Sebagai Bahan Evaluasi Susun UU Pemilu. Diambil dari https://www.merdeka.com/politik/mk-hapus-presidential-threshold-20-dpr-bagus-sebagai-bahan-evaluasi-susun-uu-pemilu-270876-mvk.html
[2] Kompas. (2025, 2 Januari). Presidential Threshold Dihapus Setelah 36 Kali Digugat ke MK. Diambil dari https://nasional.kompas.com/read/2025/01/02/18133341/presidential-threshold-dihapus-setelah-36-kali-digugat-ke-mk
[3] CNN Indonesia. (2021, 17 Desember). Mengenal Presidential Threshold yang Digugat Gatot dkk ke MK. Diperoleh dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211217145659-32-735348/mengenal-presidential-threshold-yang-digugat-gatot-dkk-ke-mk
[4] Jurnal Transformatif. (nd). Ambang Batas Kepresidenan Dinamika di Indonesia. Diambil dari https://transformative.ub.ac.id/index.php/jtr/article/view/49
[5] Suara Surabaya. (2025, 2 Januari). DPR Siap Menindaklanjuti Putusan MK tentang Presidential Threshold dalam Revisi UU Pemilu. Diambil dari https://www.suarasurabaya.net/politik/2025/dpr-siap-menindaklanjuti-putusan-mk-tentang-presidential-threshold-dalam-revisi-uu-pemilu/
[6] Kompas. (2025, 2 Januari). Presidential Threshold Dihapus Setelah 36 Kali Digugat ke MK. Diambil dari https://nasional.kompas.com/read/2025/01/02/18133341/presidential-threshold-dihapus-setelah-36-kali-digugat-ke-mk
[7] Merdeka. (2025, 2 Januari). MK Hapus Presidential Threshold 20%, DPR: Bagus Sebagai Bahan Evaluasi Susun UU Pemilu. Diambil dari https://www.merdeka.com/politik/mk-hapus-presidential-threshold-20-dpr-bagus-sebagai-bahan-evaluasi-susun-uu-pemilu-270876-mvk.html
[8] Jurnal Ius Constituendum. (nd). Kebebasan Hak Sosial-Politik dan Partisipasi Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi di Indonesia. Diambil dari https://journals.usm.ac.id/index.php/jic/article/view/1652
[9] Kompas. (2022, 31 Mei). Prinsip Kebebasan yang Bertanggung Jawab dan Contohnya. Diambil dari https://nasional.kompas.com/read/2022/05/31/01300081/prinsip-kebebasan-yang-bertanggung-jawab-dan-contohnya
[10] Kompas. (2025, 2 Januari). Presidential Threshold Dihapus Setelah 36 Kali Digugat ke MK. Diambil dari https://nasional.kompas.com/read/2025/01/02/18133341/presidential-threshold-dihapus-setelah-36-kali-digugat-ke-mk
[11] Suara Surabaya. (2025, 2 Januari). DPR Siap Menindaklanjuti Putusan MK tentang Presidential Threshold dalam Revisi UU Pemilu. Diambil dari https://www.suarasurabaya.net/politik/2025/dpr-siap-menindaklanjuti-putusan-mk-tentang-presidential-threshold-dalam-revisi-uu-pemilu/